Bisnis.com, JAKARTA – Undang-Undang Perseroan Terbatas tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji materi 10 pasal. Pemohonnya adalah Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI).
Sebanyak 10 pasal yang diujikan yakni Pasal 142 ayat (2) huruf a, 142 ayat (3) sepanjang frasa direksi, Pasal 143 ayat (1), Pasal 145 ayat (2), Pasal 146 ayat (2), Pasal 147 ayat (1), ayat (2) huruf b, Pasal 148 ayat (2), Pasal 149 ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 150 ayat (1), ayat (4), Pasal 151 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 152 ayat (1), ayat (3) serta ayat (7) sepanjang frasa likuidator.
“Hak konstitusional para pemohon yang dijamin UUD 1945 telah dilanggar dan dirugikan oleh berlakunya ketentuan frasa 'likuidator' dalam 10 pasal UU PT," ujar kuasa hukum PPLI Resa Indrawan Samir, Rabu (11/4/2018).
Kuasa hukum PPLI menjelaskan bahwa pihaknya seringkali mengalami kendala di lapangan yang secara potensial dapat merugikan profesi likuidator akibat berlakunya ketentuan-ketentuan a quo.
Pemohon meminta batasan dan syarat yang jelas tentang likuidator, hal itu karena UU PT hanya menyebutkan peran, kewajiban, dan wewenang yang harus dikerjakan oleh seorang yang berprofesi sebagai likuidator tanpa menyebutkan apa sebenarnya makna dari likuidator dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang likuidator.
“Tanpa persyaratan yang jelas menyebabkan siapa pun dapat mengklaim dirinya sebagai pihak yang berprofesi sebagai likuidator,” ujar Resa.
Baca Juga
Selain itu, para pemohon juga mengalami kerugian faktual, yakni banyaknya likuidator yang bukan warga negara Indonesia (likuidator asing) atau lembaga likuidator asing melakukan praktik likuidasi terhadap perseroan-perseroan berbadan hukum Indonesia atau perseroan asing yang ada di Indonesia, sehingga merugikan para likuidator yang berpraktik di Indonesia.
Terkait dengan frasa “direksi bertindak sebagai likuidator” yang terdapat pada Pasal 142 ayat (3) tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Sebab ketika direksi bertindak selaku likuidator, maka dapat dipastikan apa yang dilakukan direksi adalah menyelamatkan harta kekayaan perseroan agar tidak merugi,” kata Resa.
Hal itu dapat dikatakan bahwa tindakan direksi tidak berlaku objektif dalam melakukan tugas dan fungsi likuidator, yakni membagi harta kekayaan perseroan kepada kreditur.
Oleh sebab itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan pasal-pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan UUD 1945.
10 PASAL YANG DIUJI
Pasal 142 ayat (2) huruf a: Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator;
Pasal 142 ayat (3): Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.
Pasal 143 ayat (1): Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
Pasal 145 ayat (2): Sejak saat pembubaran pada setiap surat ke luar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.
Pasal 146 ayat (2): Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal 147 ayat (1): Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
ayat (2) huruf b: Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
b. nama dan alamat likuidator;
Pasal 148 ayat (2): Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
Pasal 149 ayat (1): Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
b. pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
ayat (2) : Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
ayat (4) : Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 150 ayat (1): Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
ayat (4): Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
Pasal 151 ayat (1): Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
ayat (2): Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.
Pasal 152 ayat (1): Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
ayat (3): Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
ayat (7): Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.