Kabar24.com, RIYADH -- Puluhan tahanan Saudi yang terjaring dalam operasi antikorupsi pemerintah bisa dirujuk ke pengadilan khusus kasus keamanan nasional dan terorisme menurut siaran surat kabar Asharq al-Awsat, Minggu (8/4).
Mereka meliputi orang-orang yang menolak untuk menyetujui kesepakatan rahasia dengan pemerintah, dan yang lain diyakini bersalah melakukan "pelanggaran lebih besar" menurut harian pan-Arab itu mengutip pernyataan wakil jaksa agung Arab Saudi Saud al-Hamad.
"Masing-masing kasus ini akan ditangani secara terpisah. Beberapa orang akan diperiksa oleh departemen-departemen yang khusus menangani pencucian uang, sementara beberapa lainnya akan dirujuk ke pengadilan khusus masalah keamanan nasional dan terorisme," kata Hamad.
Pada November, 381 anggota keluarga kerajaan, menteri dan taipan Saudi ditahan dalam operasi antikorupsi pimpinan Putra Mahkota Muhammad bin Salman.
Jaksa Agung Sheikh Saud al-Mojeb mengatakan pada Januari bahwa mayoritas tahanan telah dibebaskan setelah menyetujui penyelesaian keuangan dengan total lebih dari 400 miliar riyal (sekitar Rp1,46 kuadriliun) dalam berbagai bentuk aset dan uang tunai.
Hingga saat ini, 56 orang diketahui masih ditahan, namun keberadaan mereka tidak diketahui sejak tempat penahanan awal mereka yakni Riyadh Ritz-Carlton dibuka kembali menjadi hotel pada 11 Februari 2018.
Jaksa penuntut umum Arab Saudi memulai penyelidikan dan proses peradilan baru terhadap mereka yang ditahan menurut Asharq al-Awsat, mengutip wakil jaksa agung.
"Tergantung pada hasilnya, penyelidikan akan diarahkan ke pengadilan terkait,” ungkap Hamad.
Raja Saudi Salman pada Maret memerintahkan pembentukan unit-unit antikorupsi khusus untuk menyelidiki dan mengadili kasus-kasus korupsi.
Para pejabat tersebut belum mengumumkan tuduhan terhadap para tersangka yang ditahan di Ritz-Carlton.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, putra raja berusia 32 tahun, berada di belakang pemberantasan korupsi yang belum pernah terjadi sebelumnya menurut siaran Kantor Berita AFP.