Kabar24.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Rofi Munawar menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi yang telah secara resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Perpres tersebut menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
"Dengan keluarnya regulasi Perpres yang baru disahkan maka desakan publik agar tidak gampang memberikan kelonggaran terhadap masuknya tenaga kerja asing (TKA) hanya dianggap angin lalu oleh pemerintah. Padahal dengan keluarnya peraturan tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia," ujar Rofi Munawar kepada wartawan, Senin (9/4/2018).
Rofi menyebut pemerintah mengeluarkanpPerpres tersebut dengan kacamata tunggal dan dengan pola pikir eksternalitas. Ironisnya, pada saat bersamaan pemerintah tidak cukup cermat memperhatikan faktor-faktor penentu lainnya secara internal.
Dia mencontohkan ketidakcermatan itu seperti inventarisir masalah industrial yang akan terjadi dikarenakan kelonggaran terhadap TKA. Karena berdasarkan data dari Kemenakertrans, jumlah pengawas TKA sangat sedikit, yakni hanya 1.200 orang.
Jumlah itu, ujarnya, tidak sebanding dengan kebutuhan pengawas terhadap TKA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga
“Proses pengawasan yang tidak optimal akan berdampak pada penggunaan TKA pada bidang-bidang kerja yang seharusnya ditempati oleh pekerja domestik,” ujar Rofi.
Hal itu terbukti pada pasal 22 yang menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Namun, beleid tersebut tidak menjelaskan secara spesifik dan jelas karakteristik mendadak yang dimaksud, ujarnya.
“Tentu saja jika ini diabaikan, bukan tidak mungkin akan dipermainkan sejumlah oknum TKA. Vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (Itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),” ujarnya.
Padahal, menurut UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pemerintah harus cermat menentukan kebijakan dan regulasi yang akan diambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja dalam negeri,” ujar politisi PKS itu.