Bisnis.com, JAKARTA — AS dan China bisa saja mengalihkan produknya ke negara lain termasuk Indonesia dengan harga yang murah akibat persaingan dagang tidak sehat dari kedua negara.
"Barang-barang yang bisa menyerbu pasar domestik kita antara lain baja, buah-buahan, dan kedelai. Jika itu sampai terjadi, maka siap-siaplah kita kebanjiran impor,” ujar Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan terkait fenomena perang dagang AS dan China yang mulai mengkhawatirkan pelaku usaha global, ketika ditemui, Kamis (29/3/2018).
Heri menilai perang dagang itu bisa berimplikasi negatif terhadap perdagangan Indonesia. Pasalnya, Indonesia akan kesulitan melakukan ekspor.
“Lebih-lebih pemerintah sekarang ini lagi demam impor. Apa-apa diimpor. Bahkan, cangkul pun diimpor," ujar politisi Gerindra itu.
Heri menuturkan perang dagang AS-China adalah buntut dari kebijakan AS yang makin protektif. Kondisi itu terjadi saat defisit perdagangan AS atas China terus meningkat.
Panasnya hubungan dagang antar dua kekuatan dunia itu diperkirakan bakal berlangsung cukup lama.
"AS dan China itu bersama-sama mewakili 40% perekonomian global. Keduanya adalah negara-negara yang bisa memproduksi barang-barang jadi dari yang konvensional sampai high-tech,” lanjutnya.
Hanya saja, tambah Heri, China unggul karena memiliki kecapakan barang-barang canggih dengan harga murah karena keunggulan komparatifnya pada tenaga kerja yang murah.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tarif impor sebesar 25% untuk produk baja dan 10% produk aluminium termasuk yang berasal dari Negeri Panda, baru-baru ini.
Kebijakan itu dibalas China. Pemerintah China menyasar tarif impor dengan nilai mencapai US$3 miliar terhadap produk-produk yang berasal dari AS.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) China tengah mempertimbangkan pengenaan tarif impor sebesar 15% untuk produk buah kering, wine, dan pipa besi dari AS. Sementara itu, produk babi dan aluminium daur ulang kemungkinan bakal dikenakan tarif sebesar 25%.