Kabar24.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengembalikan kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk memberi izin calon kepala daerah petahana memutasi pejabat pemerintah daerah.
Dalam Pasal 89 Ayat 1 PKPU No. 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota memuat larangan calon petahana mengganti pejabat pemda 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon kepala daerah sampai akhir masa jabatan.
Jika melanggar, penyelenggara pemilu akan menjatuhkan sanksi pembatalan sebagai kontestan pemilihan kepala daerah.
“Aturan itu tidak selaras dengan UU yang bilang petahana boleh mutasi dalam rentang 6 bulan sebelum penetapan sampai akhir jabatan sepanjang mendapat izin dari Mendagri,” ujar Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Awalnya, Pasal 71 Ayat 2 UU No. 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mencantumkan larangan mutasi pemda oleh calon petahana. Namun, pasal tersebut diubah lewat UU No. 10/2016 dengan memuat larangan mutasi kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Suhajar mengakui bahwa mutasi menjelang masa penetapan calon dan pencoblosan berpotensi memiliki motif politis. Namun, penggantian pejabat pemda pada periode tersebut tak jarang memang diperlukan.
Baca Juga
Pasalnya, menurut Suhajar, bisa saja terjadi kekosongan jabatan karena pejabatnya memasuki pensiun sehingga membutuhkan pengganti definitif. Jangan sampai, kekosongan itu menghambat ritme kerja aparatur pemda.
“Izin Mendagri itu untuk mengontrol apakah mutasi bermuatan politis atau tidak. Sayangnya, dalam PKPU tidak boleh meski dalam UU boleh tapi harus izin Mendagri. Ini harus jadi perhatian kita bersama,” ujarnya.
Menanggapi permintaan itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya membuka peluang revisi atas peraturan yang sudah diundangkan. Namun, dia belum memberikan jaminan apakah norma amandemen PKPU 3/2017 akan diubah sebagaimana diminta Kemendagri.