Bisnis.com, JAKARTA - Narapidana yang rajin membaca dan menulis buku selama di Lembaga Pemasyarakatan sebaiknya diberikan remisi? Itulah yang diusulkan budayawan Arswendo Atmowiloto.
"Tempat terbaik untuk jadi pengarang itu adalah di dalam lapas," ujar Arswendo pada acara aksi literasi menuju remisi di Aula Lapas Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/2/2018).
Menurut Arswendo, keberagaman napi dari berbagai latar belakang dapat dijadikan tokoh menarik, kemudian ada konflik dan ada keunikan materi. "Cerita di Lapas pasti menarik," tuturnya.
"Literasi di Lapas memberikan kesempatan berprestasi bagi warga binaan, saya setuju jika hal seperti ini diberikan remisi," katanya.
Menurut Arswendo untuk jadi penulis buku di Lapas itu tidak perlu nama besar, karena tulisannya di media selama yang bersangkutan jadi napi di Lapas dengan memakai nama samaran. dan ada sekitar 20 buku yang dibuat selama dia menjalani pidana di Rutan Salemba Jakarta 28 tahun lalu.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Napi, Latihan Kerja dan Produksi Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Harun Sulianto mengatakan akan mengajak para akademisi, praktisi dan pihak terkait lainnya untuk mengkaji kemungkinan literasi dikaitkan dengan remisi.
Di Brasil dan Itali, napi yang baca buku setebal 400 halaman dapat remisi minimal empat hari dan jika baca 12 buku setahun dapat remisi hingga 48 hari. "Ini akan jadi referensi kita untuk buat kajian" kata Harun dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/2/2018).
Literasi di Lapas menurut Harun adalah keterampilan kognitif untuk membaca, menulis, berbicara, sehingga warga binaan mampu merubah budaya hidupnya jadi produktif selama maupun setelah menjalani pidana.
"Kehadiran pustaka bergerak yang membentuk pustakawan teruji, perpustakaan nasional, kelompok Kompas Gramedia, PT Pos Indonesia dan para relawan diharapkan akan banyak warga binaan jadi penulis produktif, yang bisa menyaingi mas Arswendo," kata Harun.
Acara bertajuk Aksi Literasi Menuju Remisi, Dari Maros Untuk Indonesia diprakarasai oleh Yayasan Kerja Bersama Untuk Semesta ( Yakabus) menghadirkan nara sumber kepala perpustakaan nasional Muh Syarif Bando, anggota DPRD Sulsel, ilIrfan AB, akademisi Alwi Rachman dan jurnalis Imhe Mawar.
Serta diikuti Kalapas dan Karutan Sulawesi Selatan dan Barat, perwakilan wargabinaan dan relawan literasi.