Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2013-2017 Muliaman D.Hadad dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Selasa (20/2/2018), menjadi Duta Besar Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein.
Muliaman yang juga menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyatakan dirinya akan fokus terhadap usaha meningkatkan ekspor Indonesia ke Swiss dan peningkatan investasi di Tanah Air. Usaha itu sejalan dengan pesan Presiden kepada pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kita harus buat iklim investasi lebih baik. Supaya investasi bisa masuk dan menciptakan iklim yang menarik agar ekspor bisa terus dilakukan," ujarnya.
Oleh karena itu, Muliaman mengatakan perjanjian kerja sama perdagangan dengan Swiss harus diselesaikan supaya Indonesia dapat meningkatkan ekspor ke negara itu. Menurutnya, sejauh ini Indonesia mencatatkan surplus dari perdagangan dengan Swiss.
Adapun komoditas yang banyak diekspor ke negara Eropa Tengah itu adalah emas dan hasil pertanian.
Saat ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah melakukan perundingan untuk berbagai kerja sama dagang dengan sejumlah negara. Untuk wilayah Eropa, beberapa di antaranya adalah Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang melibatkan Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein serta Indonesia-European Union CEPA (IEU-CEPA).
"Indonesia dijadikan negara prioritas bagi Swiss. Setelah Tiongkok, Jepang, Singapura lalu Indonesia. Jadi, perhatian Pemerintah Swiss ke Indonesia cukup besar," ungkap Muliaman.
Sebaliknya, lanjutnya, Swiss memiliki keunggulan di bidang permesinan dan farmasi. Hal tersebut menjadi potensi kerjasama investasi antara kedua negara.
Berdasarkan data Kemendag, total perdagangan kedua negara dalam periode Januari-November 2017 menyusut 29,23% menjadi US$1,98 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$2,79 miliar.
Ekspor Indonesia tercatat sekitar US$1,23 miliar atau anjlok 43,51% dari sebelumnya US$2,19 miliar. Sementara itu, impor naik 22,7% dari US$603,82 juta menjadi US$740,88 juta.
Meski Indonesia masih mencatatkan surplus, tapi nilainya merosot 68,65% dari US$1,59 miliar menjadi hanya US$498,75 juta.