Bisnis.com, JAKARTA—Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan penculikan seorang anak perempuan Argentina bernama Alum Langone Avalos. Sejak Juni 2017, dirinya menghilang dan disinyalir diculik oleh ayahnya.
Sejatinya, ibu dan ayah Alum baru saja resmi bercerai. Ibunya yang bernama Elizabeth Avalos memenangkan hak asuh sang anak di pengadilan. Tak lama berselang, sang ayah datang menjemput dan mengajaknya lari ke berbagai negara.
Tempat terakhir pelarian mereka berdua adalah di Toraja, Indonesia. Keberadaan mereka di sana, membuat pihak kepolisian Indonesia harus bekerja sama dengan Kedutaan Besar Argentina untuk mencari dan memulangkan sang anak. Pada Selasa (6/2/2018) Alum dan ayahnya akhirnya berhasil diketemukan.
Menyoroti permasalahan ini Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI ) Reza Indragiri mengatakan bahwa kasus penculikan anak oleh orang tua kandungnya sendiri (parental abduction) pada dasarnya terjadi saat anak dibawa oleh orang tua yang tidak memiliki hak atas tanpa sepengathuan orang tua pemegang hak asuh.
"Di banyak negara, parental abduction sudah menjadi perkara pidana," katanya, Rabu (7/2/2018).
Di Indonesia, Reza menuturkan, putusan hakim tentang hak asuh sangat sering kali tidak bisa dieksekusi dengan baik. Praktik parental abduction masih sangat sering terjadi di Indonesia. Kekuatan hukumpun seolah tak berdaya menghadapi praktik tersebut.
"Putusan hakim laksana macan tak bergigi. Demikian pula ketika anak malah dibawa oleh orang tua tanpa hak asuh, lalu diubah namanya dan diganti agamanya, hukum seolah tak mampu menyikapinya. Negara seakan tak hadir untuk menjaga kepentingan terbaik anak sebagaimana yang sudah hakim putuskan," jelasnya.
Seiring meningginya kasus perceraian dan perebutan hak asuh, menurutnya Indonesia perlu segera memberlakukan eksekusi atas putusan hakim tentang hak asuh. Tujuannya, untuk mencegah masalah susulan berupa penutupan akses anak-orang tua (parental alienation) maupun parental abduction.
Dia juga menambahkan, Indonesia perlu ikut dalam The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction atau Hague Abduction Convention. Dengan menjadi pihak pada konvensi tersebut, menurutnya Indonesia akan punya kekuatan untuk menuntut pengembalian anak-anak korban parental abduction dari negara lain ke Indonesia.