Kabar24.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi karena telah menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai objek hak angket parlemen.
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengingatkan kembali dalil parlemen bahwa bahwa KPK masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Alhasil, pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang KPK tidak inkonstitusional.
“Sejak awal, KPK itu rumpun eksekutif, pembantu presiden di bidang penegakan hukum seperti polisi dan jaksa. Demi hukum, KPK jadi obyek hak angket,” katanya usai pembacaan amar Putusan MK No. 36/PUU-XV/2017 di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Arteria mengatakan hak angket menjadi kewenangan konstitusional DPR semenjak pemberlakuan UUD 1945, UUD Republik Indonesia Serikat, UUD Sementara 1950, hingga kembali ke UUD 1945 plus hasil-hasil amandemennya seperti saat ini. Hak itu, tambah dia, melekat sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPR.
Meski demikian, Arteria sepakat bahwa klasifikasi KPK sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif tidak menjadikan independensi lembaga antirasuah itu hilang. Independensi KPK, ujar politisi PDI Perjuangan ini, hanya ketika melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
“Selama menjalankan fungsi penegakan hukum itu tak boleh ada intervensi. Tapi hasil penegakan hukum itu boleh kita kritisi, cermati, dan koreksi,” ujar Arteria.
Hari ini, MK memutuskan KPK dapat menjadi obyek hak angket DPR sebagaimana termaktub dalam Pasal 79 Ayat 3 UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. KPK dianggap masuk dalam klasifikasi lembaga penunjang di bidang eksekutif seperti halnya Polri dan Kejaksaan RI yang menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.