Kabar24.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi bisa menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang kepada Setya Novanto karena telah ditemukan indikasi awal.
Paku Utama, praktisi hukum pemulihan aset mengatakan bahwa fakta-fakta persidangan telah terungkap bahwa ada indikasi Setya Novanto melakukan transfer dana kepada kemenakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo melalui jasa penukaran uang.
“KPK masih berusaha mencari dan buktikan Setya Novanto terbukti atau tidak terbukti melakukan korupsi. Hal ini berimplikasi pada biaya dan SDM. Jadi saya pikir, bisa diterapkan pasal tindak pidana pencucian uang,” tuturnya, Senin (15/1/2018).
Dia mengatakan, karena ditemukan indikasi awal, penyidik bisa menerapkan Undang-undang (UU) No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU khususnya pada Pasal 77 dan Pasal 78.
Hakim akan memerintahkan terdakwa untuk membuktikan aset yang dikuasainya itu terkait dengan suatu tindak kejahatan atau tidak. Jika tidak bisa dibuktikan, maka aset tersebut harus disita oleh negara.
“Dalam UU yang sama pula khususnya pada Pasal 69, penyiidk tidak wajib membuktikan tindak pidana asal dari terdakwa ini. Kalau UU ini dimaksimalkan, kejahatan asal yang merugikan negara Rp1 miliar bisa diganti dengan bermiliar-miliar PNBP dari aset koruptor yang disita,” paparnya.
Dalam persidangan lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik, majelis hakim memeriksa para pengusaha jasa penukaran mata uang yang diduga melakukan upaya transfer uang dari Setya Novanto.
Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa Irvanto mengupayakan transfer uang dari Mauritius menggunakan jasa perusahaan penukaran uang menggunakan skema barter.
Beberapa rekening perusahaan tersebut kemudian diserahkan oleh Irvanto ke Biomorf Mauritius, yang berhubungan erat dengan Johannes Marliem, salah satu anggota konsorsium pengadaan KTP elektronik.