Kabar24.com, JAKARTA-- Keputusan Bank Sentral China untuk mengendalikan dana cadangan yang dimiliki oleh perusahaan pembayaran dapat menelan biaya lebih dari US$689 juta per tahun.
Hal ini memacu konsolidasi dan mengubah cara perusahaan teknologi terbesar Asia memindahkan uang.
Pembayaran mobile dengan menggunakan QR atau kode batang dalam aplikasi telah menjadi beragam di mana-mana mulai dari taksi hingga belanja bahan makanan dan penyewaan sepeda di China dalam beberapa tahun terakhir, dengan pelanggan menghasilkan 19 triliun yuan (2,16 triliun pound) dalam transaksi pada 2016.
Serapan yang cepat telah memicu kekhawatiran bahwa perusahaan pembayaran mobile, tanpa pengawasan, dapat menyalahgunakan dana yang ditahan sementara transaksi antara pengguna dan pedagang.
Dari laporan reuters, peraturan yang dikeluarkan oleh People's Bank of China (PBOC) mengharuskan perusahaan mengalokasikan 42% hingga 50% dari total dana klien mereka di rekening cadangan bebas bunga yang diatur pada bulan April, naik dari tingkat saat ini 12%-20%.
Langkah ini akan menekan layanan yang didukung oleh Tencent Group Holdings Ltd dan Alibaba Group Holding Ltd afiliasi Ant Financial, yang bersama-sama membentuk lebih dari 93% pasar pembayaran online China, menurut perusahaan riset Analisa Internasional.
Baca Juga
Ini adalah bagian dari tindakan keras pemerintah selama dua tahun mengenai risiko keuangan di sektor keuangan online yang berkembang pesat dan diatur secara longgar, yang ditujukan untuk membatasi aktivitas layanan pembayaran pihak ketiga, manajer aset online, pemberi pinjaman mikro dan lainnya.
Bank sentral mengatakan pada akhirnya akan menaikkan rasionya menjadi 100% namun belum memberikan batas waktu.
Langkah tersebut akan berdampak pada sumber keuntungan utama bagi perusahaan pembayaran online, terutama yang mengandalkan pendapatan bunga untuk pertumbuhan cepat selama tahun-tahun awal booming.
"Dari perspektif industri, perubahan ini akan mengubah ekonomi yang mendasari aliran pendapatan tertentu. Jelas PBOC semakin mempertimbangkan potensi risiko stabilitas keuangan yang terkait dengan pelaku pasar massal non-tradisional skala besar," kata James Lloyd, Pemimpin Fintech Asia Pasifik seperti dilansir reuters, Jumat (5/1).