Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2016 masih tercatat sebagai tahun terpanas sejak abad ke-19 dan 2017 berada di posisi kedua.
Copernicus Climate Change Service mencatat suhu rata-rata di permukaan bumi pada 2017 sedikit lebih dingin dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sekitar 15,7 derajat Celcius atau 58,46 derajat Fahrenheit.
“Tahun lalu sedikit lebih dingin dari tahun terpanas yang tercatat, 2016, dan lebih hangat dari tahun terpanas kedua yang lalu, 2015. Sangat mengejutkan bahwa 16 dari 17 tahun terpanas telah ada selama abad ini," kata Jean-Noel Thepaut, Kepala Copernicus Climate Change Service, seperti dilaporkan Reuters, Jumat (5/1/2018).
Studi Copernicus sejalan dengan prediksi Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) pada November yang menyatakan 2017 akan menjadi yang terpanas kedua atau ketiga di belakang 2016. Pada 2016, sumbangan ekstra panas berasal dari El Nino, sebuah peristiwa alami yang melepaskan panas dari Samudra Pasifik setiap beberapa tahun sekali.
Tetapi, Copernicus juga menyatakan 2017 adalah tahun terpanas tanpa El Nino. Hal ini menunjuk pada menghilangnya es di laut di Arktik dan kondisi kering yang berkepanjangan di Eropa selatan yang membantu memicu kebakaran hutan di Portugal dan Spanyol.
Peristiwa-peristiwa itu disebut sebagai contoh jenis gangguan yang menjadi lebih sering terjadi akibat iklim yang memanas.