Bisnis.com, JAKARTA – Sembilan konsumen pengembang properti PT Kapuk Naga Indah meminta pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terhadap kasus sengketa properti proyek reklamasi Golf Island, Pulau D.
Kuasa hukum sembilan konsumen Rendy Anggara Putra dari kantor hukum RAP & Co mengatakan permintaan tanggung jawab itu berdasar pada Pergub DKI No. 88/2008 tentang Peluncuran Dalam Rangka Pemasaran Property.
“[Gubernur DKI Jakarta] telah lalai melaksanakan kewajiban di pergub karena ada pemasaran properti dan juga telah beroperasi di suatu wilayah akan tetapi tidak punya IMB,” katanya, Kamis (4/1).
Menurutnya, perlakuan terhadap properti di proyek reklamasi Golf Island harus sama dengan bangunan-bangunan lainnya di Jakarta yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
Sesuai dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 7/2010 tentang Bangunan dan Gedung, bangunan yang tidak memliki IMB harus dibongkar.
Kelalaian ini, lanjut Rendy juga membuat keresahan konsumen di proyek properti tersebut. Konsumen tidak memiliki kepastian tentang keberlanjutan proyek itu.
Baca Juga
“Kalau memang mau dihancurkan ya dihancurkan. Atau kalau mau diteruskan yang dikomunikasikan,” ucapnya.
Ombudsman Tinjau Dugaan Maladministrasi BPSK
Selain mendorong pertanggungjawaban dari Gubernur DKI Jakarta, sembilan konsumen itu juga melakukan upaya penyelesaiaan sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengeketa Konsumen (BPSK).
Namun sayangnya, perkara tersebut dihentikan oleh BPSK dengan alasan PT KNI tidak bersedia menyelesaikannya melalui lembaga tersebut dan memilih jalur Pengadilan Negeri.
Sebelumnya, Komisioner BPSK DKI Jakarta Johanes Tobing mengatakan PT Kapuk Niaha Indah (PT KNI) diduga melanggar Pasal 9 UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pasal itu berbunyi pelaku usaha dilarang mempromosikan barang atau jasa secara tidak benar dan seolah menawarkan sesuatu yang belum pasti.
Selain itu, PT KNI juga terindikasi pelanggaran UU Pasal 42 No.1/2001 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Pasal itu berbunyi syarat izin penjualan perumahan terdiri dari beberapa poin antara lain kepastian status kepemilikan tanah, kepastian hal yang diperjanjikan, kepemilikan izin mendirikan bangunan, ketersediaan sarana prasarana dan keterbangunan minimal 20%.