Kabar24.com, SURABAYA - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur merilis sepanjang 2017 Jawa Timur mengalami inflasi mencapai 4,04% yang didorong oleh faktor kenaikan biaya tarif listrik dan biaya perpanjangan STNK di awal tahun.
Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono mengatakan inflasi Jatim pada 2017 tersebut lebih tinggi dari inflasi nasional yakni 3,61%. Meski begitu, katanya, tingginya inflasi di Jatim bukan berarti ada kegagalan dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
"Lebih tinggi dari nasional bukan berarti gagal karena angka nasional itu disusun dari 33 provinsi dari 90 kabupaten/kota. Jadi ada tempat-tempat yang mungkin berhasil mengendalikan inflasi ada yang kurang berhasil," katanya saat paparan Berita Resmi Statistik, Selasa (2/1/2018).
Dia mengatakan kenaikan inflasi tertinggi sudah terjadi di awal tahun di mana biaya listrik di mana pemerintah mencabut subsidi listrik pada Januari 2017 untuk pelanggan kategori 900 VA yang dianggap mampu, dan pencabutan dilakukan secara bertahap pada Juni 2017 dengan total perubahan harga listrik hingga 33%.
"Inflasi sepanjang 2017 ini terjadi juga karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi 6% di awal tahun. Termasuk kenaikan biaya perpanjangan STNK dengan perubahan harga mencapai 106%," katanya.
Adapun komoditi/barang lain yang cukup banyak menyumbang inflasi Jatim sepanjang 2017 yakni kenaikan harga beras 6,7%, dan emas perhiasan 12%. Namun begitu, terdapat 5 komoditi lain yang menyumbang deflasi terbesar di Jatim yakni bawang merah yang turun hingga -39%, bawang putih -38%, cabai rawit -59%, gula pasir -12%, dan angkutan udara 0,07%.
Baca Juga
Sepanjang 2017 itu, penyumbang inflasi terbesar terjadi di Madiun dengan inflasi 4,78%, disusul Surabaya 4,37%, dan Malang 3,75%.
Teguh mengatakan inflasi tinggi sepanjang tahun lalu terjadi pada bulan-bulan tertentu yakni Januari, lalu Juni dan Juli saat momen Lebaran serta akhir tahun yang sudah terjadi sejak November dan Desember 2017 yakni dengan inflasi 0,71%.
"Kelompok penyumbang terbesar di akhir tahun ini kebanyakan adalah komoditi bahan makanan. Dan menurut pengamatan lokasi dari Jember sampai Madiun semua menunjukan inflasi," katanya.
"Khusus akhir tahun ini kelompok makanan jadi penyumbang terbesar lalu transportasi. Di samping itu adanya cuaca buruk, bencana alam seperti banjir dan longsor di Pacitan juga cukup membuat harga-harga makanan naik karena terhambat distribusi dan pusat produksi lainnya seperti tembakau," imbuhnya.
Menurut Teguh, angka inflasi Jatim 4,04% tersebut masih tergolong normal dan masih bagus yakni berada di kisaran +-4%. Dengan inflasi yang masih normal itu diharapkan tidak terlalu memberatkan masyarakat dan juga menggairahkan bagi pelaku usaha.
"Kalau terlalu tinggi masyarakat akan sengsara tapi kalau terlalu rendah juga membuat pelaku usaha tidak bergairah," imbuhnya.