Bisnis.com, JAKARTA - Partai Golkar ingin menanggalkan perannya dalam panitia khusus hak angket untuk menyelidiki KPK dengan cara beretika.
Fungsionaris DPP Partai Golkar Happy Bone Zulkarnaen mengatakan, setelah Airlangga Hartarto naik ke tampuk kekuasaan partai, Golkar melakukan evaluasi secara cermat atas keterlibatannya dalam panitia khusus hak angket untuk menyelidiki KPK.
“Jangan sampai keterlibatan di pansus kemudian menjadi beban Partai Golkar dalam melangkah di 2018,” ujarnya dalam diskusi refleksi politik 2017 dan proyeksi 2018, Jumat (29/12/2017).
Hal itu dilakukan karena pihaknya melihat bahwa keterlibatan Golkar dalam pansus yang dianggap sudah terlampau jauh menampilkan citra bahwa partai tersebut inkonsisten dalam mendukung pemberantasan korupsi sehingga mereka berpikir aksi partai beringin di panitia tersebut perlu dihentikan sesegera mungkin.
“Persoalannya bukan hanya Golkar yang ada di pansus sana. Ada PDIP, NasDem, PKS dan lain sebagainya. Tentu kita harus punya etika untuk mejelaskan kepada mereka proses untuk hentikan keterlibatan ini,” paparnya.
Atas niat tersebut, saat ini menurut Happy, Golkar sedang melakukan lobi-lobi politik kepada partai-partai lain. Mereka tidak ingin citra inkonsistensi dalam kerja pemberantasan korupsi merusak motto baru Golkar sebagai partai yang tengah berjuang menjadi organisasi yang bersih.
Baca Juga
“Intinya DPP Partai Golkar sudah mulai menggarap dan berinisasi untuk tinggalkan hak angket dan sekarang tinggal aspek teknisnya saja. Kami ingin mendukung kerja-kerja KPK supaya bisa lebih maksimal dalam memberantas korupsi,” tuturnya.
Menurut catatan Bisnis, sepanjang 2017, setidaknya tujuh orang kader partai kuning dicokok KPK karena terbelit kasus korupsi. Beberapa nama di antaranya yakni Setya Novanto, yang saat itu merupakan Ketua DPP Partai Golkar, Fahd El Fouz Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), serta Ridwan Mukti Gubernur sekaligus Ketua DPD I Partai Golkar Bengkulu.