Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu SARA Cenderung Diangkat di Pilkada Serentak 2018

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan politik sektarian dan politik identitas yang menggunakan isu soal suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA) masih akan efektif dalam kontestasi pemilihan kepala daerah 2018.
Ilustrasi - Warga menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 08, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta, Rabu (19/4)./JIBI-Dwi Prasetya
Ilustrasi - Warga menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 08, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta, Rabu (19/4)./JIBI-Dwi Prasetya

Kabar24.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan politik sektarian dan politik identitas yang menggunakan isu soal suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA) masih akan efektif dalam kontestasi pemilihan kepala daerah 2018.

Pendapat itu, kata Titi, berdasarkan pandangannya melihat pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 dan beberapa pernyataan dari beberapa partai politik.

"Ini sudah mulai terlihat kecenderungan isu-isu itu akan digunakan kembali," kata Titi saat ditemui Tempo di Hotel Ashley, Menteng Jakarta Pusat pada Jumat (22/12/2017).

Dia menyebut sejumlah parpol telah menyebut untuk menduplikasi strategi pemenangan seperti di pilgub DKI Jakarta di daerah-daerah karena dianggap efektif.

Menurut Titi, politik yang memainkan isu SARA di Pilkada 2018 sangat mungkin akan kembali terjadi.

"Karena belum ada penyeimbang yang relatif sama atau mengemuka untuk mengatakan kepada publik bahwa apa yang terjadi kemarin itu tidak benar," kata dia.

Apalagi, menurut Titi, di Pulau Jawa merupakan kantong lumbung suara. Daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur akan menentukan suksesi kepemimpinan inkumben dua periode.

"Jateng kemungkinan ada inkumben, dan kalau Gerindra maju dengan calonnya akan terjadi antitesis kompetisi menyerupai Pilkada DKI Jakarta," kata Titi.

Titi menilai, politik sektarian dan politik identitas ini akan menjadi tantangan bagi Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. "KPU akan berada di tengah pusaran politik sektarian dan menguatnya politik identitas dengan defisit programatik," kata dia.

Dengan kewenangan KPU yang terbatas, kata Titi, langkah antisipasi terpenting yang dapat dilakukan oleh KPU adalah menjadi leading sector di dalam membangun kolaborasi dengan aktor- aktor politik yang lain.

"Sehingga dapat membangun strategi antisipasi yang terkonsolidasi," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper