Bisnis.com, JAKARTA — Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ingin berkontribusi lebih dalam penyelesaian sengketa, dengan sistem arbitrase yang menjawab tantangan dunia usaha karena memiliki prinsip kepastian, kerahasiaan, serta waktu yang relatif singkat dalam penyelesaian sengketa.
Sayangnya, sistem arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa perlu diperbaharui.
Perbaikan itu misalnya saja pada definisi arbitrase hingga perdebatan putusan arbitrase yang masih dapat dibatalkan oleh pengadilan negeri.
Husseyn Umar, Ketua BANI, mengatakan terus mendorong agar UU Arbitrase dapat diamendemen.
Revisi UU diperlukan bagi pemenuhan prinsip final dan mengikat, sebagai implikasi lanjutan untuk meningkatkan kepercayaan dunia usaha terhadap sistem hukum di Indonesia.
Menurutnya, negara punya peran strategis untuk menciptakan serta mendukung sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Baca Juga
“Kita bisa mencontoh Singapura dan Malaysia. Pemerintahnya mendukung penuh serta memberikan dukungan bagi keberadaan dan perkembangan lembaga arbitrase di sana. Tidak hanya mengenai hal yang berkenaan dengan sarana juga kepastian hukum bagi pelaksanaan putusannya,” katanya, Selasa (28/11/2017).
Arbiter BANI Todung Mulya Lubis mengatakan kepercayaan dunia usaha terlebih dari luar negeri sangat rendah terhadap sistem arbitrase di Indonesia.
Perubahan fundamental sistem ini harus bermula dari pemenuhan prinsip final dan mengikat (final and binding) dalam arbitrase.
“Arbitrase dan mediasi ideal kita masih belum baik. Sudah saatnya reformasi fundamental sistem alternative dispute resolution kita,” katanya.