Bisnis.com, SURABAYA – Pertumbuhan ekonomi Jatim pada triwulan ketiga tahun ini mencapai 5,16% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut sekaligus lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,06%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur menunjukkan pada triwulan III/2017 industri manufaktur besar dan sedang Jatim tumbuh 5,67% (yoy) atau lebih tinggi dari pertumbuhan industri pengolahan nasional yang sebesar 5,51%.
Fakta tersebut sejalan dengan ambisi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan ke level di atas pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Pasalnya, manufaktur Jatim kerap tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi.
Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Khaerul Agus menyampaikan sejumlah kebijakan pemerintah mendukung munculnya unit-unit usaha pengolahan baru di provinsi paling ujung timur Pulau Jawa tersebut.
“Di Jatim ini Pemprov punya program untuk menumbuhkan usaha-usaha baru. Selain itu, jika kita lihat statistiknya, sepanjang tahun ini impor kita memang meningkat tapi sebagian besar merupakan pemasukan bahan baku untuk industri pengolahan,” jelas Khaerul dalam konferensi pers di Surabaya, Senin (6/11/2017).
Sementara itu, data BPS Jatim menunjukkan selama triwulan III/2017, pertumbuhan ekonomi Jatim tercatat sebesar 5,16% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang pada periode tersebut mencapai 8,97%.
Pertumbuhan tersebut meningkat dari capaian triwulan II/2017 yang sebesar 5,08% (yoy) namun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III/2016 yang sebesar 5,62%. Selain itu, BPS Jatim mencatat pertumbuhan ekonomi kumulatif Januari—September 2017 yaitu sebesar 5,21% masih lebih rendah dibandingkan capaian pada sepanjang 2016 yang mencapai 5,55%.
Khaerul mengungkapkan sejalan dengan pola pertumbuhan ekonomi nasional, perekonomian Jatim juga didukung terutama oleh sektor industri pengolahan. “Kinerja manufaktur Jatim sangat baik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim ke level di atas 5%,” jelas Khaerul.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo sebelumnya menyampaikan untuk tahun depan, Pemprov Jatim akan fokus pada upaya-upaya meningkatkan nilai tambah pada sektor-sektor primer yaitu pertanian, perikanan, dan perkebunan.
Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut menyebut saat ini kontributor sektor primer pada pertumbuhan ekonomi cukup besar, bahkan termasuk tiga sektor penyumbang PDB tertinggi. Kendati demikian, nilai tambahnya masih kecil karena keterbatasan petani atas akses pembiayaan.
Pakde menjelaskan Pemprov Jatim akan menggandeng BRI Unit Desa untuk dapat melakukan fungsi pembiayaan manajerial langsung pada kelompok-kelompok tani dan pembudi daya. Pakde menyebut dalam program ini, Pemprov tidak akan melibatkan perusahaan mana pun, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Jadi kita akan langsung ke Gapoktan [gabungan kelompok tani]. Bank BRI Unit Desa sifatnya hanya manajerial dan menjadi bridging . Untuk program pertama ini, untuk sementara Pemprov berinvestasi Rp100 miliar,” jelas Pakde.