Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas: Riau Dapat Cetak Pertumbuhan Ekonomi Tinggi

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro optimistis pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, dengan kondisi ketimpangan dan kemiskinan yang lebih rendah
Karyawan beraktivitas di pembibitan (nursery) di Riau./Istimewa
Karyawan beraktivitas di pembibitan (nursery) di Riau./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA-- Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro optimistis pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, dengan kondisi ketimpangan dan kemiskinan yang lebih rendah, dapat melesat lebih tinggi dan berkualitas sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran yang mencapai 5,76% per Februari 2017.

Pasalnya, Riau yang berada pada posisi strategis karena dilalui alur pelayaran Selat Malaka dan dekat dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura, memiliki rasio gini di bawah rata-rata nasional, yakni sebesar 0,325 2017.

“Dasar pembangunan ekonomi Riau sudah benar, tinggal pekerjaan rumah yang dihadapi adalah bagaimana pemerintah dan dunia usaha di Riau dapat berpikir untuk mewujudkan pemerataan dan mengatasi ketimpangan sebagai bagian yang tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” tuturnya dalam keterangan resmi, Sabtu (4/11).

Menurutnya, pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia dapat dilakukan dengan alokasi anggaran dan distribusi sumber daya pada daerah yang tertinggal.

Untuk menghadapi tantangan pembangunan daerah, pemerintah akan mengembangkan kota-kota baru dan pusat-pusat produksi dan perdagangan, memperkuat keterkaitan antarwilayah, membangun dan memperkuat rantai industri produk unggulan berbasis sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat penelitian dan inovasi, menyediakan prasarana dan sarana transportasi, informasi dan komunikasi, dan membangun pembangkit dan jaringan listrik, pengelolaan sumber air baku dan jaringan air bersih.

Langkah-langkah tersebut juga akan berkontribusi dalam mewujudkan pemerataan dan mengatasi ketimpangan di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir.

Namun, pada 2014, Indonesia mulai menurunkan rasio gini. Koefisien gini untuk Maret 2017 tercatat 0,393 atau turun dari angka 0,408 pada 2015.

Pada 2019, rasio gini diupayakan turun menjadi 0,36 dan tingkat kemiskinan Indonesia juga ditargetkan turun menjadi 7-8 persen dari angka 11,22 persen di 2015.

Terdapat empat faktor utama yang mendorong ketimpangan, yaitu ketimpangan peluang sejak awal kehidupan, pekerjaan yang tidak merata, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang, serta ketahanan ekonomi yang rendah.

Mengatasi hal itu, pemerintah Indonesia pun sudah menerapkan beberapa kebijakan untuk mendorong penurunan ketimpangan.

Pertama, penurunan angka stunting melalui peningkatan kualitas pelayanan dasar publik seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, gizi, pengetahuan ibu, dan pelayanan kesehatan di tingkat lokal.

Kedua, penurunan kemiskinan melalui stabilisasi harga pangan, pengurangan beban penduduk miskin, dan subsidi tepat sasaran atau program bantuan sosial.

Ketiga, penurunan pengangguran melalui peningkatan penyerapan lulusan SMK, program sertifikasi dan magang, serta kemitraan dengan industri.

Keempat, penurunan ketimpangan kekayaan melalui pajak/subsidi, program afirmasi yang efektif, penuntasan Nomor Induk Kependudukan (NIK), juga kredit UMKM di bidang pertanian dan perikanan.

Kelima, penguatan industri berbasis rakyat melalui penguatan industri kecil sektor strategis, memaksimalkan potensi lokal perhutanan sosial, reformasi agraria, peningkatan skala usaha kelembagaan petani dan nelayan, serta pengembangan destinasi wisata.

Kebijakan prioritas nasional penanggulangan kemiskinan fokus pada jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran yang meliputi Program Keluarga Harapan bagi 10 juta keluarga termiskin, rastra/bantuan pangan non-tunai dan bantuan pendidikan bagi 19,7 juta anak usia sekolah bagi keluarga sangat miskin, miskin dan rentan, bantuan iuran kesehatan bagi 92.4 juta penduduk miskin dan rentan (termasuk bayi baru lahir), subsidi energi bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan rentan, dan perluasan kepesertaan jaminan kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pemerintah mempercepat kepemilikan identitas hukum (akta kelahiran, NIK), terfasilitasinya akses terhadap pelayanan kesehatan untuk mengurangi angka stunting, penyediaan infrastruktur dasar seperti sanitasi, air minum, jalan, dan jembatan, bantuan pembiayaan KPR swadaya, sejahtera tapak, dan satuan rumah susun, serta penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif (merata ke seluruh desil pendapatan), tingkat kemiskinan pada 2045 dapat mendekati nol (0,02 persen).

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi juga dibidik sebagai penggerak ekonomi rakyat, dengan memperhatikan aspek registrasi usaha skala mikro dan kecil, pengembangan sarana dan prasarana usaha bagi UMKM, fasilitasi sertifikasi, standardisasi, merek, dan pengemasan, juga akses UMKM untuk mendapat kredit, dan perbaikan tata kelola dan kelembagaan koperasi.

Adapun, wirausaha juga menjadi fokus pembangunan, dengan target meningkatkan partisipasi wirausaha untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja. Persentase wirausaha terhadap jumlah penduduk Indonesia pada periode 2016—2017 tercatat masih sangat kecil, yakni hanya sebesar 3,1 persen.

Kunci peningkatan dan penguatan iklim kewirausahaan adalah inovasi dan transfer teknologi serta penelitian dan pengembangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper