Kabar24.com, JAKARTA - Dua tokoh gerakan kemerdekaan Catalonia ditahan tanpa hak bebas dengan jaminan atas dugaan pidana penghasutan terkait referendum kemerdekaan dari Spanyol.
Penahanan Jordi Sánchez, yang memimpin Majelis Nasional Katalan (ANC), dan Jordi Cuixart, pemimpin Omnium Cultural, dilakukan atas perintah seorang hakim Spanyol.
Keduanya dipandang sebagai tokoh terdepan dalam penyelenggaraan referendum kemerdekaan 1 Oktober lalu.
Referendum itu berujung kekerasan polisi, sedangkan pemerintah pusat Spanyol di Madrid menganggap referendum itu ilegal.
Setelah referendum, Kepala Pemerintahan Catalonia, Carles Puigdemont menandatangani sebuah deklarasi kemerdekaan, namun menunda pelaksanaannya untuk menjajaki kemungkinan perundingan.
Puigdemont meminta dilakukannya perundingan dalam tempo dua bulan ke depan. Namun, pemerintah Spanyol memperingatkan bahwa Catalonia harus mencabut deklarasi tersebut. Jika tidak, Spanyol akan mengambil alih Catalonia yang selama ini menikmati otonomi penuh, untuk diperintah langsung oleh pemerintah pusat.
Baca Juga
Puigdemont juga menolak untuk memberi kejelasan sebagaimana yang dituntut Madrid, apakah pekan lalu itu dia telah menyatakan kemerdekaan atau tidak.
Puigdemont, yang diultimatum untuk mengklarifikasi posisinya hingga Kamis, mengecam pemerintah terkait penahanan Sánchez dan Cuixart.
"Spanyol memenjarakan para pemimpin masyarakat sipil Catalonia karena mengorganisir demonstrasi damai. Menyedihkan, kita kembali memiliki tahanan politik," tulisnya di akun Twitter sebagaimana dikutip BBC.com, Selasa (17/10/2017).
Beberapa jam sebelum keputusan penahanan tersebut, Pengadilan Tinggi membebaskan kepala kepolisian Catalunya, Josep Lluis Trapero.
Pasukan yang dipimpinnya, Mossos d'Esquadra, dituduh tidak membantu Polisi Sipil Spanyol untuk menangani ribuan demonstran pro-kemerdekaan di Barcelona menjelang pemungutan suara saat referendum.