Kabar24.com, JAKARTA--Diterimanya gugatan praperadilan Setnov merupakan angin segar bagi Pansus Angket KPK untuk melanjutkan evaluasi kinerja KPK.
Demikian dikemukakan oleh peneliti pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting menanggapi dikabulkannya kemenangan gugatan praperadilan terkait status tersangka ketua DPR, Setya Novanto oleh Majelis Hakim tunggal Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dia menilai putusan itu akan mendorong penguatan kinerja Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK).
Dia pun menyatakan persetujuannya dengan Pansus Angket KPK terkait fungsi pengawasan DPR terhadap kinerja lembaga-lembaga pemerintah sebagai amanat konstitusi.
Hanya Miko mengaku tidak sepakat apabila fungsi pengawasan itu dimanfaatkan demi melindungi oknum-oknum anggota DPR yang terjerat kasus korupsi. Hal itu, ujarnya justru akan memperlemah KPK.
Hakim Cepi Iskandar membacakan putusannya berisi menerima dan mengabulkan gugatan praperadilan terkait status tersangka Setya Novanto sehingga meminta KPK (tergugat) untuk menghentikan pemeriksaan keterkaitan penggugat dalam kasus e-KTP, Jumat (29/9).
Baca Juga
Dasarnya, penyidik KPK yang memeriksa Setya Novanto tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yakni berasal dari unsur kepolisian dan kejaksaan.
Sementara itu Koordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia mengatakan melihat banyak sekali kejanggalan yang terjadi selama persidangan berjalan sebelum keluar putusan praperadilan.
Doli menemukan tiga kejanggalan yaitu diabaikannya dua permohonan intervensi dan pengambilan putusan menolak eksepsi KPK yang didahului dengan konsultasi ke Ketua PN.
Sedangkan kejanggalan yang ketiga adalah ditolaknya permohonan KPK untuk mendengarkan bukti rekaman di persidangan," ujarnya.
Selama persidangan berlangsung, kata Doli, yang kecewa dengan putusan hakim tunggal Cepi Iskandar, KPK sudah memberikan setidaknya 193 alat bukti.