Bisnis.com, JAKARTA — Tingginya jumlah sengketa kasus komersial di Indonesia, terutama melalui skema nonperadilan, membuat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tergerak untuk mendirikan Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia.
Arbitrase, mediasi, dan ajudikasi dinilai menjadi pilihan pelaku usaha menuntaskan masalah tanpa melalui lembaga peradilan yang seringkali lama lantaran adanya proses banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Arbitrase juga aman dari ekspos publik karena bersifat tertutup.
Setelah resmi terbentuk pada 28 September 2017, Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia (PAMI) optimistis mampu menyelesaikan persoalan sengketa komersial sebanyak 27 kasus pada tahun depan.
Ketua PAMI Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya masih fokus untuk melakukan penguatan kapasitas internal organisasinya, termasuk meningkatkan kapasitas arbiter pada tahun ini.
“Para arbiter dituntut tidak hanya mengetahui isu makro ekonomi, tetapi juga mikro. Misalnya sektor per sektor karena kami akan menangani semua kasus sengketa komersial yang bisa berasal dari sektor manapun,” ucapnya seusai peresmian PAMI di Jakarta, Kamis (28/9).
PAMI sendiri merupakan lembaga yang fokus dalam ruang lingkup usaha dan bisnis, penanaman modal dan tenaga kerja. Lembaga ini adalah bentukan Apindo yang telah disahkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. AHU-0007633.AH.01.07 Tahun 2017.
Di lingkup dunia, komposisi kasus sengketa komersial yang diselesaikan oleh lembaga arbitrase internasional sebanyak 30%-40%. Tren yang sama juga dinilainya terjadi di Indonesia, apalagi saat ini Indonesia tengah mengalami transformasi ke ekonomi digital.
Mengutip data Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), jumlah perkara yang terdaftar di BANI dalam kurun 2007-2016 sebanyak 728 perkara.
Jumlah ini meningkat 238% dibandingkan kurun 1997-2006 dengan jumlah 215 perkara terdaftar. Sebelumnya, dalam kurun 1987-1996 terdapat 56 perkara terdaftar.