Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan awal mula bergulirnya Panitia Khusus Hak Angket oleh DPR terhadap lembaga itu saat menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan pimpinan KPK hadiri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR pada 18 sampai 19 April 2017. Rapat tersebut membahas berbagai hal mulai dari soal penyidik independen, manajemen pendidikan, penyidikan, hingga laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurutnya, persoalan timbul pada saat pembacaan kesimpulan rapat, yang dalam draf yang disiapkan oleh Komisi III DPR dengan isi, Pertama. Komisi III mendesak KPK untuk segera menyelesaikan konflik internal KPK dan melakukan pengawasan melekat terhadap seluruh pegawai KPK dalam rangka melakukan pembenahan sistem pengendalian internal KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan, guna mencegah pelemahan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Kedua, Komisi III meminta KPK untuk lebih cermat dan akuntabel dalam penggunaan wewenang-wewenang yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan guna menciptakan institusi KPK yang kredibel, akuntabel, dan profesional.
Ketiga, Komisi III memandang perlu adanya audit lanjutan BPK terkait kepatuhan KPK terhadap peraturan perundang-undangan sebagai wujud implementasi prinsip transparansi, profesionalisme, dan independency dalam pelaksanaan tugas KPK.
Keempat, Komisi III meminta KPK melakukan klarifikasi dengan membuka rekaman bukti acara pemeriksaan (BAP) atas nama Miryam S. Haryani tentang ada atau tidaknya penyebutan sejumlah nama anggota dewan.
“Poin keempat inilah yang oleh pimpinan KPK dan seluruh pegawai KPK yang hadir pada rapat dengar pendapat tersebut menolaknya. Karena kami menganggap itu adalah bukan dalam ranah laporan atau dengar pendapat, tetapi itu adalah ranah pro justitia, sehingga kami tidak bisa menyerahkannya kepada dewan,” ujarnya dalam risalah sidah yang dikutip Kamis (28/9/2017).
Dari keempat kesimpulan rapat tersebut, katanya kesimpulan pertama, tidak ada perosalan. “Saya mengulang sampai dengan ketiga tidak menjadi persoalan, bahkan sempat pimpinan sidang pada waktu itu mengetuk palu untuk menyepakati.”
Persoalan muncul terkait rekomendasi keempat, di mana Komisi III meminta KPK agar membuka rekaman pemeriksaan atas nama Miryam S. Haryani dan penolakan dilakukan oleh pimpinan KPK yang hadir pada waktu itu. Selanjutnya,
Komisi III tetap mendesak, serta menyampaikan akan melakukan angket apabila KPK menolak membuka rekaman tersebut.
Meski begitu, sikap pimpinan KPK tidak berubah pada waktu itu dan akhirnya masing-masing fraksi memberikan pandangan khusus terkait sikap KPK yang menolak pembukaan rekaman tersebut, sehingga muncullah kesimpulan untuk menggunakan hak angket terhadap KPK.
“Tapi penggunaan hak angket ini juga kami tidak sepakati waktu itu, tetapi itu adalah hak dari pihak dewan,” katanya.
Dalam perjalanannya, Pansus Angket DPR terhadap KPK juga sempat mengirimkan surat kepada KPK untuk menghadirkan Miryam S. Haryani untuk diperiksa oleh Pansus Angket KPK, meskipun KPK juga menolak permintaan tersebut.
“Jadi, sekali lagi, sulit untuk menangkap secara positif ide di balik Pansus Angket KPK. Karena faktanya, penggunaan hak angket DPR terhadap KPK adalah karena Pimpinan KPK menolak untuk memutarkan rekaman dan menghadirkan Miryam S. Haryani karena saat itu yang bersangkutan tengah menjalani proses hukum di KPK.”