Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Nepal secara resmi membuka Kantor Konsulat Jenderal (Konjen) Kehormatan Nepal di Jakarta yang berlokasi di Menara Hijau, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/2017).
Ini tercatat sebagai sejarah karena ini merupakan pertama kalinya konsulat kehormatan Nepal berada dan berkedudukan di Indonesia.
Duta Besar Nepal untuk Malaysia, Indonesia dan Philipina, Dr. Niranjan Man Singh Basnyat mengatakan dengan beroperasinya kantor tersebut diharapkan mampu meningkatkan hubungan kedua negara di berbagai bidang perdagangan, politik, budaya, dan pariwisata.
“Saya sangat senang dengan dibukanya Konsulat Nepal di Jakarta karena akan membuat hubungan kedua negara semakin dekat. Dan tugas prioritas dari kantor konsulat ini adalah menanggani dan melayani kebutuhan warga Nepal yang ada di Indonesia khususnya di Jakarta, termasuk wewenang pengurusan visa bagi warga negara Indonesia yang ingin berkunjung ke Nepal,” ungkap Dubes Nepal tersebut.
Dr. Niranjan berharap Konjen Kehormatan Nepal untuk Indonesia, Bally Saputra Datuk Janosati dapat membawa banyak pelaku bisnis dan investor dari Indonesia ke Nepal sehingga hubungan bisnis dan perdagangan antar kedua negara dapat semakin erat.
Bally merupakan pengusaha properti nasional asal Sumatera Barat yang kini menjabat Chief Executive Officer (CEO) Riyadh Group Indonesia, dan juga Sekretaris Badan Pertimbangan Organisasi Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI). Dia dikenal sebagai pengembang high rise building khususnya apartemen di Jakarta, Depok, Tangerang, Bandung dan Medan. Selain mulai mengembangkan kawasan industri dan pusat pertokoan di sejumlah daerah di Indonesia, serta beberapa properti penunjang pariwisata di Sumatera Barat.
Baca Juga
Dirinya pada 7 Juli 2017 di Kuala Lumpur telah menerima Letter of Commission (LoC) dari Pemerintah Nepal sebagai Konjen Kehormatan Nepal untuk Republik Indonesia terhitung sejak 22 Mei 2017 dengan masa jabatan selama tiga tahun. Dan pada Agustus 2017 menerima surat pernyataan pengakuan hak kekonsuleran dari Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi.
“Sesuai tugas dan wewenang yang diberikan, tentu saya akan melakukan berbagai upaya untuk meningkat hubungan dan promosi terkait ekonomi, sosial budaya dan perdagangan Nepal di Indonesia,” ungkap Bally.
Dalam jangka pendek dan menengah, menurut dia, Pemerintah Nepal berencana untuk membuka rute penerbangan langsung dari Kathmandu ke Jakarta dan sebaliknya, maupun Kathmandu-Yogyakarta dengan maskapai Himalaya Airline dan Garuda Indonesia. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan hubungan antar negara terutama di bidang pariwisata dan keagamaan.
Di bidang ekonomi, sebagai pengusaha properti dirinya akan mengajak pengembang Indonesia untuk berinvestasi di Nepal. Dalam waktu dekat dirinya berencana membawa sejumlah pengembang nasional yang tergabung di REI untuk melihat peluang investasi properti di negara berpenduduk 28 juta jiwa tersebut. Diungkapkan Bally, kebutuhan rumah di Nepal masih cukup tinggi, dengan harga jual yang lebih mahal dibandingkan Indonesia.
“Ini adalah kesempatan bagi pengusaha properti Indonesia. Sekarang Nepal masih butuh banyak rumah, di samping peluang pengembangan resort, hotel, apartemen dan rumah sakit,” papar Bally
Sementara itu, beberapa investor Nepal juga sedang melirik Yogyakarta khususnya kawasan di sekitar Candi Borobudur untuk dibangun hotel.
Untuk perdagangan, Nepal membutuhkan banyak souvenir khas untuk dijual kepada wisatawan yang datang ke negeri yang sebagian besar wilayahnya berada di lereng Pegunungan Himalaya tersebut. Indonesia dengan dukungan industri kreatifnya yang cukup maju, ujar Bally, memiliki peluang besar untuk memasok kebutuhan barang souvenir khas Nepal tadi.
Menurut rencana akhir Oktober atau awal November 2017 akan digelar forum bisnis pengusaha Indonesia dan Nepal di Kathmandu yang akan dihadiri Perdana Menteri Nepal Sher Bahadur Deuba.
Pasca gempa pada 2015 silam, kondisi perekonomian Nepal semakin membaik. World Bank bahkan memprediksi perekonomian Nepal tahun ini akan tumbuh 5%, jauh melonjak ketimbang 0,6% pada tahun 2016. Salah satu pemicunya adalah kondisi politik yang semakin stabil, selain produksi agrikultur yang terus membaik.