Kabar24.com, BANDUNG - Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Jawa Barat menilai investasi di sektor properti khususnya apartemen di kawasan Bandung Raya belum prospektif.
Pasalnya, mayoritas apartemen yang ada belum terserap oleh pasar. Akibatnya, apartemen disewakan secara harian.
Ketua Arebi Jawa Barat, Asep Ahmad Rosidin menyebutkan, berdasarkan riset yang pernah dilakukan sejak 2014 silam, saat ini di Kota Bandung setidaknya terdapat 48 titik apartemen dengan total 36.000 unit. Sedangkan yang baru terserap pasar baru 15.000 unit.
"Jadi ada 21.000 belum terserap pasar. Kemudian dari yang terjual itu (15.000 unit) kebanyakan investor mau dijual lagi," katanya, kepada Bisnis, Senin (14/8/2017).
Apabila dari 15.000 unit itu sebanyak 80%nya mau dijual itu berarti ada 12.000 unit ditambah 21.000 unit yang belum terserap sehingga menjadi 33.000 unit sudah ada di pasar hingga 2016. Jumlah tersebut belum ditambah sekitar 2.000 unit yang selesai dibangun pada 2017.
Asep mencontohkan, di kawasan pendidikan elit di Jatinangor karena terdapat perguruan tinggi besar seperti Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN) mulai menjamur apartemen untuk menjaring mahasiswa.
Baca Juga
"Setiap tahun ada empat perguruan tinggi besar disana yang menampung 20.000 mahasiswa. Tapi, kebanyakan mereka tidak tinggal di Jatinangor, kecuali 40%. Sisanya mereka tinggal disekitar seperti Cibiru dan kawasan Kota Bandung," ucapnya.
Belum lagi, penduduk Jatinangor yang jumlahnya diperkirakan 3.000 orang itu hampir 90% membangun kosan untuk disewakan kepada mahasiswa. Apabila satu warga punya 10 kamar berarti ada 30.000 kamar di kawasan itu.
"Ada salah satu pengembang apartemen di Jatinangor yang berencana membangun 7 tower, menjual satu tower aja sulit. Apartemen disana okupansinya sepi paling tinggi maksimal 60%," ucapnya.
Agar mendapatkan pemasukan, tak jarang pemilik apartemen disana pada akhirnya menyewakan secara harian. Pada akhirnya, hal ini justru bertentangan dengan konsep hotel. Hal ini pulalah yang dikeluhkan pebisnis hotel disana.
"Tentu saja, kalau harian gitu hotel kalah secara harga jauh dan memang secara aturan juga memang tidak boleh," ucapnya.
Dirinya menyarankan agar pengusaha atau investor yang ingin membangun apartemen sebaiknya berhati- hati dengan melihat market yang ada.
Seharusnya, pasar yang ada itu telah terserap untuk menjaga kesinambungan bisnis.
"Ini fakta di lapangan untuk pasar apartemen. Kalaupun ada yang berani mungkin risetnya ada pasar dan seond opinion kalau tidak laku atau melihat jangka panjang karena lima tahun ke depan setelah 2019 akan ada perubahan," ucapnya.
Berdasarkan pengalamannya memasarkan apartemen pertama di Kota Cimahi yang awalnya mau menjual sebanyak 2.500 unit, tapi yang terserap hanya 500 unit, sehingga pengembang tidak jadi membangun empat tower berikutnya.
"Kemudian yang satu tower yang telah dibangun tidak 100% dihuni. Sebanyak, 20% untuk hotel dan 20% untuk sewa," ucapnya.
Banyaknya perguruan tinggi di wilayah Jatinangor, diakui Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), telah memicu banyaknya tempat singgah sementara seperti homestay, hotel dan apartemen.
Bahkan, sejumlah apartemen di Kecamatan Jatinangor dapat disewa per hari layaknya hotel.
Ketua PHRI Jawa Barat Herman Muchtar mengatakan, sewa harian apartemen sudah banyak dilakukan melalui e-commerce.
Sehingga, apartemen menjadi saingan hotel. Persaingan tersebut dimulai dari harga hingga fasilitas-fasilitas yang ditawarkan.
"Saya berharap adanya ketegasan dari pemerintah mengenai perbedaan peraturan izin tinggal apartemen dan hotel," ujarnya