Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Mandiri (Persero) Tbk kecewa dengan debiturnya PT Asia Paper Mills yang dinilai tidak beriktikad baik membayar utang.
Mengacu pada hasil voting, PT Asia Paper Mills berada dalam ambang pailit lantaran proposal perdamaian tidak disetujui oleh mayoritas kreditur.
Dengan begitu, seluruh aset debitur akan disita oleh kurator. Hasil penjualan aset akan dibagikan kepada para kreditur.
Kuasa hukum Bank Mandiri Tommi S. Siregar mengatakan sangat menyangkan sikap dari debitur. Menurutnya, bank berkode saham BMRI ini telah berbaik hati memberikan kesempatan kepada debitur selama 45 hari dan 60 hari.
Tujuannya, agar debitur mendapatkan kelonggaran waktu untuk bekerja ekstra merombak proposal perdamaian. Namun, perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tidak dimanfaatkan dengan baik oleh debitur.
“Ini di luar harapan kami. Kami berpikir ada angin segar dalam proposal perdamaian yang baru. Ternyata malah pailit,” katanya usai sidang, Kamis (20/7/2017).
Tommi mengatakan mau tidak mau harus menolak proposal perdamaian tersebut. Dia masih pada prinsip awal yang menyatakan tidak setuju dengan proposal perdamaian yang diajukan debitur 5 Mei lalu.
Dia menganggap proposal perdamaian sama sekali tidak menguntungkan BMRI karena jumlah pengembalian yang sangat kecil.
Proposal perdamaian menyebutkan debitur akan membayar Rp50 miliar kepada BMRI. Padahal total kewajiban kepada BMRI mencapai Rp370,64 miliar.
Sisanya utang kepada bank pelat merah akan dibayarkan setelah mendapat kucuran dana dari investor.
“Kami saat itu telah menolak tawaran tersebut. Kami meminta ada perbaikan tetapi tetap tidak ada,” ujar Tommi.
Sementara itu, untuk kreditur konkuren debitur akan mengucurkan uang Rp15 miliar.
Masih dalam proposal yang sama, debitur menjelaskan PT Asia Paper Mills masih memiliki prosek usaha yang bagus. Hal ini dilihat permintaan dan harga kertas coklat yang terus meningkat.
Seperti diketahui, BMRI memegang jaminan berupa mesin dan pabrik. Namun, dia tidak mampu menaksir apakah jaminan tersebut mampu menutup tagihannya.
Hasil Voting
Salah satu pengurus PKPU PT Asia Paper Mills Syahrial Ridho mengatakan voting atas proposal perdamaian dihadiri oleh 33 kreditur konkuren dan satu kreditur separatis. Kreditur memberikan suara terhadap proposal perdamaian pertama yang disodorkan oleh debitur pada 5 Mei lalu.
Adapun dari 33 kreditur konkuren, hanya satu konkuren yang setuju dengan proposal perdamaian. Artinya, sebanyak 99,9% kreditur konkuren menolak rencana perdamaian. Konkuren yang setuju hanya mewakili tagihan Rp3,02 miliar, sangat jauh dengan total utang tagihan konkuren Rp194 miliar.
Selain itu, 100% kreditur separatis yang hanya diwakili oleh PT Bank Mandiri juga menolak proposal perdamaian.
Alhasil, syarat diterimanya proposal perdamaian tidak sesuai dengan Pasal 281 huruf a dan b UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
“Kalau dilihat dari berita acara voting, debitur diambang pailit,” katanya dalam rapat kreditur. Kendati begitu, tutur Syahrial, majelis pemutuslah yang berhak menyatakan debitur pailit atau tidak.
Dia akan menyampaikan hasil voting kepada hakim pemutus. Selanjutnya, sidang pengesahan akan digelar, Senin (24/7).
PT Asia Paper Mills tercatat memiliki utang Rp568 miliar. Perinciannya yaitu utang kepada kreditur separatis Rp370,64 miliar dan kreditur konkuren Rp194 milir. Sementara itu, sisanya yaitu utang kepada kreditur preferen termasuk PT PLN (Persero).
Kuasa hukum PT Asia Paper Mills Sri Hendarianto mengatakan pihaknya mengaku siap untuk pailit. Lagipula prinsipal perusahaan juga tidak menginstruksikan untuk merevisi proposal perdamaian.
“Bisa diterjemahkan kalau kami memilih untuk pailit,”katanya.
Sri mengungkapkan debitur sudah tidak mampu membayar utang yang mencapai Rp568 miliar. Debitur kebingungan mencari dana sebanyak itu.
Dia mengaku negosiasi dengan para investor juga tidak ada yang berhasil. Pada rapat kreditur sebelumnya, perusahaan mengklaim telah mengantongi investor dari luar negeri.
Investor tersebut, lanjutnya, masih bergerak di industri yang sama dengan debitur yaitu pabrik kertas dan karton kemasan. “Pendekatan dengan investor ini yang gagal,” tuturnya.
Sri menjelaskan akan menerima apapun hasil voting. Dia menambahkan debitur memiliki aset pabrik dan mesin-mesin pengolah kertas. Adapun pabrik berlokasi di Periuk Jaya, Tangerang, Banten.