Kabar24.com, JAKARTA—Lembaga Pengkajian MPR akan menggelar simposium nasional terkait semakin lebarnya kesenjangan ekonomi nasional yang bertentangan dengan cita-cita dasar pendiri bangsa yang menginginkan pemerataan ekonomi.
Ketua Badan Pengkajian MPR, Rully Chairul Azwar mengatakan simposium yang akan menghadirkan para pakar ekonomi itu akan dihadiri oleh Wapres Jusuf Kalla yang sekaligus akan memberikan sambutan.
Sedangkan para pembicara pada simposium dengan Ketua Pengarah Didik J Rachbini tersebut termasuk di antaranya pakar ekonomi Emil Salim, Sri Adiningsih serta Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Rully mengatakan bahwa problem mendasar dari sistem ekonomi nasional saat ini adalah soal implementasinya. Akibatnya, disparitas kesejahteraan penduduk kian menganga lebar sehingga berpotensi terhadap kerawanan sosial kalau tidak diatasi.
“Pilihan-pilihan kebijakan di bidang ekonomi saat ini semakin menjauh dari Pasal 33 UU Danasr Negara Republik Indonesia. Inilah yang akan kita bahas pada simposisum pada Rabu nanti,” ujarnya didampingi para anggota Lembaga Pengkajian MPR lainnya.
Sementara itu, Didik J Rchbini mengatakan bahwa dari hasil simposisum tersebut nantinya akan dihasilkan sebuah buku. Dia mengharapkan buku tersebut nantinya akan bisa menjadi salah satu bahan rujukan bagi pembangunan ekonomi ke depan dengan melihat akar persoalan berdasarkan kajian mendalam.
Baca Juga
“Buku itu nantinya akan mengandung substansi persoalan ekonomi seperti masalah kesejahteraan sosial sesuai dengan cita-cita para pendidi bangsa,” ujar Didik, Senin (10/7). Meski belum diberi judul, tetapi Didik menjelaskan bahwa pada intinya buku itu akan menggambarkan bagaimana sistem ekonomi Pancasila dibangun sebagaimana yang dicita-citakan sejak negara Indonesia berdiri.
Dia menilai melencengnya immplementasi kebijakan ekonomi saat ini tidak lepas dari banyaknya interpretasi para pembuat kebijakan dari sistem ekonomi nasional yang berdasarkan Pancasila. Kondisi itu, ujarnya, juga menyebabkan kian lebarnya jurang pemisah antara kelompok kaya dan kelompok masyarakat miskin.
“Kenapa sulit mengimplementasikan Pasal 33 UUD karena interpretasinya macam-macam,” ujar didik.