Kabar24.com, JAKARTA — Dana kegiatan operasional Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi sebesar Rp3,1 miliar, dinilai berpotensi disalahgunakan.
Roy Salam, peneliti Indonesia Budjet Center (IBC) mengungkapkan sesuai dengan Undang-undang (UU) No.17/2003 tentang Keuangan Negara, penggunaan anggaran negara harus berlandaskan prinsip ketaatan pada aturan yang berlaku.
“Padahal kita ketahui bersama, pembentukan pansus melalui usulan hak angket itu prosesnya cacat hukum,” ujarnya, Minggu (11/6/2017).
Dia mengatakan cacat hukum terhadap aturan tersebut yakni pembentukan panita angket yang belum memenuhi ketentuan Pasal 201 UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebutkan keanggotaan panitia angket terdiri atas semua unsur fraksi. Hingga saat ini terdapat tiga fraksi yang belm mengirim perwakilan PKS, Demokrat dan PKB.
Atas dasar persoalan legitimasi hak angket, pembiayaan panitia yang dibentuk melalui proses yang cacat hukum ini berpotensi merugikan keuangan negara.
Atas dasar itulah, menurutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan audit investigasi perihal penggunaan keuangan negara tersebut.
Sebagaimana Pasal 202 ayat 1 dan 2 UU No. 17/2014, panitia angket beserta penentuan biaya ditetapkan melalui keputusan DPR dan diumumkan dalam berita negara. Segala biaya yang timbul dari pembentukan panitia angket dan proses penyelidikan bersumber dari anggaran DPR.
“Selain itu, penggunaan hak angket harusnya ditujukan untuk suatu kasus yang memiliki bobot kepentingan rakyat yang luas. Padahal kalau ditelisik, angket kali in ini tidak berfaedah terhadap rakyat banyak,” paparnya.
Almas Sjafrina, penelitia Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa di luar persoalan sah tidaknya persetujuan hak angket dan tepat tidaknya penggunaan hak tersebut, pembentukan panitia kental dengan konflik kepentingan dan berpotensi merugikan negara.
“Terdapat partai dan nama-nama anggota panitia yang mempunya konflik kepentingan dengan KPK. Ada dua partai dan empat panitia angket yang namanya disebut dalam kasus korupsi KTP elektronik. Selain itu mayoritas panitia ada pihak yang selama ini merupakan pengusul revisi UU KPK,” paparnya.