Kabar24.com, SEMARANG—Realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah meningkat 16,7% dibandingkan capaian 2015 lalu. Namun pendapatan tersebut belum bisa memenuhi target yang ditentukan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko saat membacakan nota pengantar pertanggungjawaban APBD Jawa Tengah TA 2016 dalam rapat paripurna DPRD Jawa Tengah dengan agenda penyampaian raperda Provinsi Jawa Tengah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2016 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jawa Tengah, Jumat (9/6).
Rapat paripurna itu merupakan tindak lanjut dari penyerahan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2016 oleh BPK di mana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada rapat paripurna 7 Juni 2017 lalu.
“Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD TA 2016 ini merupakan gambaran tentang hasil kerja dan kinerja keuangan Pemprov Jateng selama tahun 2016 berupa laporan keuangan pemda berbasis akrual yang telah diaudit oleh BPK,” katanya dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng.
Heru menyampaikan pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah pada 2016 terealisasi sebesar Rp19,63 triliun atau 93,54% dari target sebesar Rp20,98 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi 16,7% jika dibandingkan dari capaian pada 2015 lalu.
Rincian dari realisasi pendapatan daerah meliputi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp11,54 triliun atau 90,39% dari target sebesar Rp12,76 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp8,05 triliun atau 98,36% dari target Rp8,19 triliun, dan lain-lain pendapatan yang sah mencapai Rp35,30 miliar.
Baca Juga
Selain pendapatan daerah yang tidak memenuhi target, belanja daerah 2016 juga mengalami hal sama dan hanya terealisasi Rp19,35 triliun atau 91,49% dari anggaran sebesar Rp21,15 triliun.
Tidak terpenuhinya target belanja daerah ini, imbuh Heru, disebabkan realisasi bagi hasil pajak kepada kabupaten/ kota lebih rendah dibandingkan anggaran sebagai akibat tidak tercapainya target pendapatan dan pengendalian belanja dalam rangka mengimbangi ketidakcapaian pendapatan.
Selain itu juga realisasi bantuan keuangan pada kabupaten/ kota tidak optimal karena adanya kegiatan yang mengalami keterlambatan dalam pelaksanaannya.
“Ada yang tidak dilaksanakan serta ada sisa tender kegiatan yang tidak dilaksanakan, putus kontrak, dan gagal lelang,” terangnya.