Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Daerah dapat menggunakan Hak Uji Materil di Mahkamah Agung jika peraturan daerahnya dibatalkan sepihak oleh Kementerian Dalam Negeri.
Koordinator Tim Asistensi Pembaruan Peradilan Aria Suyudi menuturkan pengujian materil ini untuk menegaskan apakah keputusan Menteri Dalam Negeri membatalkan dapat dibenarkan atau tidak. Pengujian juga berfungsi memastikan untuk memperkuat keputusan.
"Pemda dapat melakukan pengujian [pembatalan] di MA," kata Aria di Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Dia mengatakan penggunaan hak uji materil (HUM) ke MA relatif kecil setiap tahunnya. Pada 2014 permohonan pengujian mencapai 83 permohonan, pada tahun berikutnya mencapai 72 permohonan, sedangkan di 2016 hanya 49 permohonan.
"Setiap tahun dominasi pengujian perkara yang masuk antara Perda atau Permen [peraturan menteri] semenjak 2011," katanya.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah mencatat dari 3000an lebih perda yang dibatalkan di 2016, sebanyak 1.765 perda di batalkan Mendagri, sementara 1.267 lainnya batal berdasarkan keputusan gubernur. Dari segi substansi, separuh dari produk tersebut mengatur pungutan pajak/retribusi dan perizinan.
Sisanya bervariasi terkait layanan kependudukan, urusan pemerintahan, kelembagaan ekonomi, dan seterusnya. Pembatalan perda bukanlah hal baru pada era otonomi. Kurun 2001—2009 merupakan gelombang pertama ketika 1.843 perda dibatalkan Mendagri. Semuanya menyangkut investasi, khususnya pungutan dan perizinan.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan uji materil dapat menegaskan kedudukan perda. Pemerintah tidak dapat bertindak sentralistik dengan melakukan pembatalan sepihak.
Untuk itu, kata dia perlu dilakukan uji formil atas kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah. Selain itu, dia mengharapkan uji materil juga mendengarkan keterangan pemohon dan tergugat. Saat ini uji materil di Mahkamah Agung hanya mendengarkan keterangan dari tergugat.