Bisnis.com, JAKARTA -- PT Megalestari Unggul dan keempat penjamin utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat setelah seluruh kreditur menolak permintaan masa penundaan kewajiban pembayaran utang tetap selama 180 hari.
Ketua majelis hakim Djamaluddin Samosir mengatakan PT Megalestari Unggul berstatus pailit bersama dengan debitur lainnya. Debitur lainnya yakni Paulus Tannos, Lina Rawung, Pauline Tannos, dan Catherine Tannos. Keempat debitur tersebut merupakan pemberi jaminan perseroangan terhadap utang PT Megalestari Unggul (debitur).
“Menyatakan para debitur pailit dengan segala akibat hukumnya,” katanya saat membacakan amar putusan, Rabu (22/2/2017).
Putusan majelis hakim merupakan rekomendasi dari hakim pengawas pada proses restrukturisasi utang debitur. Pasalnya, dalam rapat keditur terakhir yang digelar pekan lalu, 100% kreditur menolak permintaan masa PKPU tetap debitur. Alhasil, hakim pengawas tidak memiliki pilihan lain selain merekomendasikan kepada majelis hakim agar menyatakan debitur dalam keadaan pailit.
Debitur dianggap tidak memiliki itikad baik selama proses PKPU dengan tidak mengajukan proposal perdaiamaian, sehingga permintaan masa PKPU tetap selama 180 hari ditolak, dalam hasil voting.
Menurut majelis hakim, pemungutan suara itu telah memenuhi Pasal 229 jo Pasal 230 UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam rapat keditur, tiga dari empat kreditur yang hadir memberikan suara untuk menolak perpanjangan.
Ketiga kreditur adalah pemohon PKPU PT Senja Imaji Prima dengan utang Rp376,84 miliar, Jeffri Pane dan Satrio Wibowo masing-masing Rp20,93 miliar. Adapun kreditur yang tidak hadir Eti Rohayati dengan nilai utang Rp150 juta.
Selanjutnya, majelis hakim juga menetapkan tim pengurus Heince Tombak Simanjuntak dan Hardiansyah menjadi tim kurator. Mereka bertugas mengeksekusi seluruh aset para debitur.
Salah satu kurator Heince Simanjuntak mengatakan putusan pailit telah sesuai dengan prosedur karena debitur tidak mengajukan proposal perdamaian. Sebenarnya, debitur telah diberikan hak penuh untuk merumuskan rencana perdamaian sesuai dengan Pasal 365 UU PKPU dan Kepailitan. Namun, debitur tidak kunjung mengajukan.
“Debitur malah meminta PKPU tetap. Alhaslil 100% kreditur menolak,” tuturnya usai sidang.
Sebagai kurator, pihaknya akan mulai menelisik aset-aset para debitur untuk kemudian diverifikasi. Dalam pengamatannya, ada beberapa saham dan aset benda tak bergerak milik debitur.
“Aset yang lain apa saja belum kami ketahui, baru sebatas itu,” sebutnya.
Menanggapi putusan pailit, kuasa hukum PT Megalestari Unggul Aristo Pangaribuan masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan upaya hukum.
"Kami akan sampaikan terlebih dahulu kepada prinsipal apakah akan mengajukan upaya hukum. Tapi secara garis besar kami menerima putusan majelis,” katanya.
Dia mengakui kliennya tidak memiliki aset satu pun. Pasalnya, Megalestari adalah perusahaan rekanan di mana dana seluruhnya dikelola oleh PT Sandipala Arthaputra untuk proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Seperti diketahui, Sandipala bersama dengan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), dan PT Quadra Solution yang tergabung dalam Konsorsium PNRI merupakan pemenang tender proyek e-KTP. Proyek didanai APBN DIPA Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011 dan 2012, nilainya Rp5,95 triliun.
Adapun debitur lain Paulus Tannos merupakan direktur utama PT Sandipala Arthaputra yang tahun lalu diperiksa Komisi Pemberantas Korupsi sebagai saksi dalam kasus e-KTP.
Untuk proyek e-KTP, Megalestari meminjam dana dari Bank Arta Graha sebesar Rp376,84 miliar pada 2011. Selanjutnya, Bank Arta Graha pun mengalihkan utang (cessie) ke PT Senja Imaji Prima selaku pemohon PKPU.