Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Korupsi Sektor Peternakan Bisa Dicegah dengan 2 Cara Ini

Lobi-lobi swasta atas kebijakan pemerintah terkait dengan peternakan yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK tidak akan terjadi apabila pemerintah memiliki Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswanas) dan Otovet.
Tersangka kasus dugaan suap uji materiil Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan di Mahkamah Konstitusi, Basuki Hariman, bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Tersangka kasus dugaan suap uji materiil Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan di Mahkamah Konstitusi, Basuki Hariman, bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, BANDUNG - Lobi-lobi swasta atas kebijakan pemerintah terkait dengan peternakan yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK tidak akan terjadi apabila pemerintah memiliki Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswanas) dan Otovet.

Dosen Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) Rochadi Tawaf mengatakan dalam sidang uji materi di MK yang lalu terungkap jelas pemerintah belum  memiliki PP tentang Siskeswanas dan otoritas veteriner.

Ketiadaan PP ini memperlemah kondisi negeri ini dalam menangkal kemungkinan terjadinya penyakit mulut dan kuku (PMK).

"Siskeswanas dan Otovet merupakan kebijakan pemerintah mengenai tatanan Kesehatan Hewan yang ditetapkan Pemerintah dan diselenggarakan Otoritas Veteriner dengan melibatkan seluruh penyelenggara kesehatan hewan, pemangku kepentingan, dan masyarakat secara terpadu," katanya, kepada Bisnis, Senin (30/1/2017).

Menurutnya, selain ketiadaan Siskewanas dan Otovet, kebijakan-kebijakannya berbasis saintifik sehingga kebijakannya tidak multitafsir akan mencegah lobi-lobi swasta atas kebijakan yang terlahir.

Pasalnya, bisnis impor daging menggiurkan, Indonesia dengan penduduk sekitar 250 juta merupakan pangsa pasar daging sapi terbesar di asia tenggara.

Setahun tidak kurang kebutuhan daging sapi sekitar 670.000 ton, dipenuhi dari produksi sapi lokal sekitar 440.000 ton dan sisanya dipenuhi impor 230.000 ton.

"Faktanya, volume impor daging sapi dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini terutama di sebabkan oleh elastisitas permintaan daging sapi bernilai," ujarnya.

Pemerintah menetapkan kebijakan harga daging Rp80.000/kg. Atas kebijakan ini, dalam operasionalisasinya pemerintah telah melahirkan berbagai aturan yang tidak lagi mengindahkan kaidah-kaidah normatif pembangunan peternakan yang berpihak pada produsen.

Kondisi ini dimanfaatkan para pemburu rente memanfaatkan bisnis ini. Besarnya keuntungan importir daging, terutama “daging industri” yang dijual sebagai “daging konsumsi” marjinnya lebih dari 50%. Hal yang serupa terjadi pula pada bisnis importasi daging kerbau yang berasal dari negara yang belum bebas penyakit PMK.

"OTT KPK terhadap PA seorang hakim MK dan LHI pada 2011 merupakan kasus yang melibatkan pejabat tinggi negara dan pengusaha, bernilai milyaran rupiah. Keterlibatan pengusaha dan pejabat tinggi tersebut, tidak lepas dari banyaknya kebijakan yang yang lahir tidak berbasis saintifik, bersifat abu-abu sehingga menjadikan multitafsir," ujarnya.

Kebijakan yang dilahirkan tersebut telah berakibat pada karut marutnya pembangunan peternakan sapi potong serta gagal tercapainya swasembada daging sapi selama ini.

Dia menjelaskan, banyak kebijakan pemerintah yang dapat menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya, seperti nomenklatur daging dan jeroan, sapi indukan, lembu dan sapi, senjang waktu pemeliharaan sapi penggemukan, bobot sapi impor, penggunaan hormon, rasio impor bakalan dengan indukan dan lainnya.

"Ada 32 perusahaan feedloter yang dituduh melakukan kartel, maraknya importasi daging  ilegal pada 2003-2004 serta fluktuasi tingginya harga daging," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdi Ardia
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper