Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelisik kepemilikan aset milik eks Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Emirsyah Satar yang berada di luar negeri.
Komisioner KPK La Ode M. Syarief mengatakan,proses penelusuran tersebut dilakukan, sebagai langkah untuk membongkar kasus suap terkait pembelian mesin pesawat dari perusahaan asal Inggris yakni Rolls Royce ke perusahaan penerbangan pelat merah tersebut.
“Memang itu merupakan hal yang sedang didalami oleh penyidik KPK,”ungkap Syarief di Jakarta, Selasa (24/1).
Aset yang dimaksud berupa bangunan yang berada di Melbourne, Australia dan Singapura. Dua aset seluas 141 m2 dan 108 m2 itu tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) milik Emirsyah yang dilaporkan pada 2013 lalu.
Kendati menyatakan sedang menelisik aset tersangka penerima suap tersebut, namun penyidik lembaga antikorupsi masih fokus ke pengungkapan suapnya. Mereka belum melebarkan penyidikan ke dugaan tindak pidana pencucian uangnya (TPPU).
“Untuk sementara kami akan fokus ke suapnya terlebih dahulu, kami fokus ke proses suapnya terlebih dahulu,”jelasnya.
Namun demikian, Syarief menambahkan, jika dalam proses penyidikan ditemukan bukti atau informasi yang mengarahkan ke tindak pindana pencucian uang, bukan tidak mungkin penyidik akan melakukan penyidikan ke arah itu.
“Ya dilihatlah, kalau ada informasi ke arah sana, bukan tidak mungkin akan didalami,”imbuhnya lagi.
Pihak Emirsyah belum menjawab saat dikonfirmasi soal langkah terbaru KPK itu, namun dia dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu menyatakan, tidak pernah melakukan tindakan koruptif ataupun menerima pemberian barang yang terkait dengan posisinya sebagai petinggi di perusahaan pelat merah itu.
Adapun, pengungkapan kasus suap itu bermula dari penyidikan yang dilakukan Serious Fraud Office (SFO) sebuah lembaga anti rasuah asal Inggris. Penyidik lembaga itu menemukan adanya aliran dana dari Rolls Royce ke petinggi Garuda Indonesia. Informasi itu ditindaklanjuti oleh KPK, hasilnya mereka kemudian menetapkan Emirsyah Satar selaku penerima dan Soetikno Soedarjo (perantara suap) sebagai tersangka.
Tata Kelola
Komisioner KPK LA Ode M. Syarief menyatakan, rentetan kasus yang menjerat sejumlah BUMN tersebut menunjukkan adanya kelemahan di sektor usaha milik pemerintah. Kasus di Garuda Indonesia misalnya, selama ini menurutnya perusahaan penerbangan tersebut merupakan BUMN yang cukup bersih dibanding lainnya.
“Tetapi nyatanya ini terjadi juga, ini menujukkan bahwa ada hal yang perlu diperbaiki,”ujarnya.
Dia menyebutkan, sebagai sektor usaha negara, seharusnya BUMN bebas dari praktik korupsi dan suap. Terlebih, aset BUMN saat ini mencapai ribuan triliun. Sehingga tanpa pengelolaan yang transparan dan akuntabel, hal itu bisa disusupi oleh oknum-oknum yang berniat jahat.
Menurutnya, KPK selama tahun 2016 kemarin, telah menyeret dua BUMN dalam pusaran kasus korupsi. Dua perusahaan itu yakni PT Berdikari dan PT Brantas Abipraya.
Untuk mencegah, supaya kasus serupa tak terulang, mereka akan melakukan pembicaraan dengan Kementerian BUMN. Salah satu poin yang bakal dibicarakan yakni perbaikan tata kelola melalui aplikasi yang mereka rancang.
"Harus ada pengawasan internal, sistem pengadaannya harus terbuka," ujarnya.
Lembaga antikorupsi tersebut secara terbuka mengatakan curiga yang lebih banyak terhadap praktik yang kecurangan yang terjadi di lingkungan BUMN, hanya saja memang belum terungkap dengan baik.