Bisnis.com,JAKARTA - PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menyatakan kewenangan menentukan kebijakan perusahaan tidak hanya berada di tangan Presiden Direktur, namun seluruh dewan direksi.
Pernyataan tersebut keluar dari Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Minoru Morimoto dalam persidangan terkait dugaan kesepakatan menaikkan harga pada produk skuter matik, Rabu (4/1/2017) malam, menjawab pertanyaan majelis KPPU.
Dalam keterangannya, Presdir YIMM yang terhitung baru menjabat selama setahun ini, mengatakan presdir tidak bisa sendiri memutuskan sebuah kebijakan.
“Saya percaya tidak melakukan hal tersebut. Sejauh yang saya ketahui, tidak ada satu orang pun melakukan kartel,” tuturnya.
Selama agenda sidang mendengar keterangan terlapor 1 (PT YIMM) dugaan kartel menaikan harga produk skuter matik, Minoru didampingi oleh Executive Vice President Yamaha Indonesia Dionisius Bety. Bahkan, karena posisi jabatan yang baru diemban Minori, sering kali Dionisius memberikan bantuan pernyataan.
“Kami punya mekanisme sendiri [kebijakan menaikkan harga produk]. Lagi pula tidak ada bukti ekonomi, jumlah penjualan yang meningkat, malah terbukti penjualan kami menurun,” tutur Dionisius.
Dalam persidangan yang berlangsung lebih dari empat jam ini, pertanyaan investigator KPPU seputar diskresi Presdir YIMM hingga kondisi bisnis Yamaha di Asean.
Salah satu Investigator KPPU Helmi Nurjamil mengatakan agenda sidang yang sempat tertunda pada Desember lalu, khusus untuk mendengar keterangan terlapor. Pasalnya, menurutnya, bukti pengiriman email internal dari Presdir YIMM terdahulu, Yoichiro Kojima, untuk mengkaji ulang harga motor skutik.
Dalam berita Bisnis sebelumnya, KPPU melansir bukti surat elektronik yang berisi tentang keluhan dan permintan Presdir kepada Vice President. E-mail yang dikirim melalui alamat [email protected] menyatakan harga beberapa produknya seperti Vixion dan Fino lebih rendah dari harga Honda.
“Yamaha bukan market leader, tentu berhati-hati dalam menentukan harga. Adanya e-mail internal tersebut, dengan kenaikan harga skutik Honda berdekatan, ini yang kami lihat tidak bisa dipisahkan,” ujarnya.
Penyelidikan dugaan kartel ini sudah dimulai sejak 2014, dengan adanya email internal tersebut, diduga menjadi asal muasal persekongkolan kartel PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM).
Kedua produsen motor tersebut diduga melanggar Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kuasa Hukum PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Asep Ridwan mengatakan tidak ada tindak lanjut apapun atas email internal yang yang dimaksud KPPU. Mengingat, isi email tersebut hanya sekadar informasi internal perusahaan.
“Jadi KPPU telah salah memahami dan menggunakan email tersebut. Kartel harga itu, basic-nya harus ada perjanjian dulu, sedangkan selama proses persidangan menunjukkan tidak ada bukti maupun keterangan bahwa terjadi perjanjian antara Honda dan Yamaha,” tambahnya.
Saat ini, Honda menjadi market leader dalam industri sepeda motor, khusunya tipe skutik, mengungguli Yamaha, Kawasaki, Suzuki, TVS dan lainnya.