Kabar24.com, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membenarkan jika korupsi diawali dari yang nilainya sedikit dengan dalih untuk memuluskan proyek tertentu.
“Moralitas manusia menentukan itu semua. Apakah seseorang malu atau tidak bertindak korupsi. Risiko orang tidak korupsi kan ya tidak kaya,” paparnya, Rabu (26/10/2016).
Menurutnya, pakta integritas atau penandatanganan komitmen antikorupsi tidak menjadi jaminan seseorang untuk benar-benar menjauhi korupsi.
Ganjar menunjuk contoh oknum anggota DPRD Kabupaten Kebumen yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK baru-baru ini, ternyata dua minggu sebelumnya mengikuti training of trainer (ToT) antikorupsi yang diselenggarakan KPK.
“Makanya, dibutuhkan niatan dari hati untuk menjauhi korupsi,” terangnya.
Gubernur membeberkan, banyak area yang berpotensi memicu korupsi. Di antaranya, pada proses penyusunan alokasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik lainnya, seperti pelayanan perizinan.
Namun, dia mengapresiasi positif terhadap bupati/ wali kota yang sekarang ini turun langsung untuk mencegah korupsi, khususnya pada jajaran pemerintah daerah masing-masing.
“Ini bisa dikatakan point of return. Kalau tidak, bukan revolusi mental yang dicapai, tapi mendal,” ujarnya.
Gubernur tidak berhenti meminta agar pemerintah kabupaten/ kota, termasuk seluruh jajaran SKPD, membuka kanal-kanal aduan atau komplain masyarakat. Sehingga, para pimpinan akan mengetahui kondisi riil dari aduan yang disampaikan warga.
Dia juga meminta para pemimpin untuk menghilangkan tradisi setoran, seperti yang diterapkannya di Pemprov Jateng.
“Kalau masih ada (setoran), silakan berlomba-lomba untuk laporkan,” tandas Ganjar.
Presiden Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter, Gatot Trihargo CFE membeberkan penyebab pelaku fraud atau penyimpangan kecurangan di Indonesia sebagian besar adalah pemimpin. Terutama, mereka yang menduduki jabatan di level middle.
Tak hanya itu, katanya, dari penuturan para responden, diketahui pelaku fraud kebanyakan laki-laki dengan usia rata-rata berkisar 36-45 tahun, dengan masa kerja sebagian besar melebihi 10 tahun.
“Sehingga mereka sudah mengerti standar operasional prosedur (SOP), peluang di mana titik dia masuk,” paparnya.