Kabar24.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) La Ode M. Syarief turut memantau persidangan terdakwa kasus korupsi hibah dana Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti.
Syarief mengatakan kedatangannya dalam persidangan tersebut merupakan bagian dari supervisi antara KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kan itu sebagai bentuk koordinasi dan supervisi dengan Kejagung. Setiap kasus korupsi kalau disempatkan diperhatikan oleh KPK sejak dari penyelidikan dan penyidikan kasus ini," katanya di Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Dia melanjutkan pemantauan tersebut merupakan permintaan khusus pihak kejaksaan. Termasuk, melihat sejauh mana independensi hakim dalam persidangan tersebut. "Kami percaya hakim independen. Tapi ini memang khusus permintaan dari kejaksaan," imbuhnya.
Seperti diketahui, sejak kasus itu bergulir, KPK telah beberapa kali memantau sidang tersebut. Lembaga antirasuah juga menjadi salah satu pihak yang mendorong supaya kasus itu disidangkan di Jakarta.
Kasus itu mendapat atensi khusus, pasalnya kasus tersebut sudah tiga kali menjalani praperadilan. Hanya saja, KPK belum menjelaskan apakah kasus itu beririsan dengan perkara pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Airlangga yang tengah disidik KPK.
Adapun dalam kasus itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mendakwa La Nyalla terbukti telah menyalahgunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur senilai RP1,105 miliar. Dia juga didakwa menguntungkan orang lain yakni Dian Kusuma Putra dan Nelson Sembiring senilai Rp26,6 miliar. Total dana hibah dari Pemprov Jatim senilai Rp48 miliar.
Adapun dalam uraian dakwaan tersebut, La Nyalla melalui Diar Kusuma Putra acapkali meminta bagian keuangan Kadin Jatim yakni Edi Kusdaryanto untuk mengeluarkan cek dan giro yang besarnya sesuai dengan permintaan dari Diar dan saksi lainnya yakni Nelson Sembiring. Permintaan tersebut, selalu dimintakan atas persetujuan La Nyalla Mattaliti.
Jaksa menganggap uang hibah yang sedianya untuk akselerasi perdagangan antarpulau, membantu kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta bussines development center (BDC) justru digunakan La Nyalla untuk membeli saham Bank Jatim yang telah melantai di bursa.
Atas perbuatannya tersebut, La Nyalla diancam dengan pidana Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 65 KUHP.