Bisnis.com, JAKARTA - Tim kurator telah bergerak cepat terkait dengan pengamanan aset PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari selaku para debitur pailit.
Salah satu kurator para debitur Dudy Pramedi mengatakan sejumlah aset berhasil diamankan melalui permohonan sita umum maupun blokir. Properti hingga akun rekening para debitur menjadi fokus tim kurator.
"Aset yang sudah kami amankan berupa unit rumah di Pondok Indah, unit rumah di Simprug Garden, dan rukan di Permata Senayan, semuanya di Jakarta," kata Dudy seusai rapat kreditur, Selasa (20/9/2016).
Dia mengaku menemui sejumlah hambatan selama melakukan tindakan pengamanan aset tersebut. Tim kurator kerap didatangi oleh preman maupun oknum tentara dan polisi guna mengganggu kinerja.
Padahal, lanjutnya, debitur telah dimintai izin sebelumnya terkait pengamanan aset tersebut. Namun, belum mendapatkan respons positif dari debitur.
Dudy masih mencari dan menginventarisir aset lain yang diduga masih dimiliki oleh para debitur. Berdasarkan informasi yang diperoleh, debitur memiliki aset berupa sejumlah saham di perusahaan lain dan beberapa unit kendaraan operasional.
Kendati demikian, valuasi aset debitur dinilai masih jauh di bawah nilai utang. Adapun, jumlah total tagihan Meranti Maritime yang telah diverifikasi selama proses PKPU mencapai Rp900 miliar dan Henry Rp1,6 triliun.
Pihaknya meminta PT Bank Maybank Indonesia Tbk sebagai kreditur pemegang hak jaminan kebendaan untuk segera memberitahu apabila ingin menggunakan hak eksekutorialnya.
Berdasarkan Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan, kreditur separatis mendapatkan waktu 60 hari sejak tanggal insolvensi untuk mengeksekusi aset yang dijaminkan.
Debitur demi hukum dinyatakan berstatus insolvensi sejak putusan pailit diucapkan majelis hakim, yakni 22 Agustus 2016. Atas putusan pailit yang disebabkan karena ditolaknya perjanjian perdamaian, maka tidak dapat diajukan suatu perdamaian kembali.
Pihaknya menuturkan hingga saat ini belum ada kreditur yang melakukan pendaftaran tagihan. Mereka harus kembali mengajukan klaim karena terdapat perbedaan nilai kurs rupiah yang mengikuti tanggal putusan perkara.
Penerimaan tagihan akan dibuka hingga 30 September 2016. Adapun, rapat pencocokan piutang akan dilaksanakan pada 25 Oktober 2016.
Dalam kesempatan yang sama, Henry menyayangkan tindakan kurator yang langsung meminta pengosongan rumah dan kantor miliknya. Mereka juga melakukan penguncian atas aset tersebut. "Menurut UU, yang bisa mengeksekusi adalah kreditur separatis terlebih dahulu bukan kurator," ujar Henry.
Sementara itu, Kisworo selaku hakim pengawas keluhan debitur hanya merupakan masalah teknis. Debitur bisa membicarakannya langsung dengan kurator maupun kreditur.
"Dalam perkara ini debitur memang langsung berstatus insolvensi, jadi asetnya harus segera dibereskan," kata Kisworo.
Jika debitur tidak ingin asetnya dieksekusi dan menyelesaikan proses kepailitan, lanjutnya, bisa segera mencari investor yang sanggup melunasi utang seluruh kreditur. Selain itu, mendapatkan persetujuan dari kreditur dan kurator.