Kabar24.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Sosial akan melakukan psyco social therapy kepada tujuh orang anak korban perdagangan dan eksploitasi seksual. Upaya rehabilitasi tersebut akan dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dan Safe House milik Kementerian Sosial.
"Setelah cek medis, seluruh korban akan kami rehabilitasi di RPSA dan Safe House. Tergantung dari hasil komunikasi dengan korban," ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Kamis (1/9/2016).
Terkait lama terapi yang dilakukan, Mensos mengatakan hal tersebut sangat tergantung dari analisa dampak dan traumatis para korban. Semakin berat trauma yang dirasakan korban, maka semakin lama pula terapi yang dilakukan.
"Selain untuk memulihkan kondisi psykologis korban, terapi ini untuk mencegah agar korban "tidak berubah" menjadi pelaku di kemudian hari," imbuhnya.
Mensos mengatakan kasus ini menjadi peringatan bagi semua orang tua untuk lebih berhati-hati dalam menjaga, mangasuh, dan mendidik buah hatinya. Pelaku kekerasan seksual, kata dia, menggunakan berbagai cara dalam membujuk para korbannya. Terlebih saat ini teknologi dan arus informasi dapat diakses dengan cepat.
Menurut Mensos, realitas saat ini, anak-anak cenderung hedonis, imitatif, dan konsumtif. Celah inilah yang digunakan pelaku kejahatan seksual melancarkan aksinya. "Mereka dibujuk dan diiming-imingi sesuatu sehingga tertarik. Motif ini yang paling banyak digunakan. Adapun media yang digunakan kebanyakan melalui media virtual," tuturnya.
Oleh karena itu, orangtua harus membangun kewaspadaan terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuh kembang anak.
Ditambahkan Mensos, Kementerian Sosial menyediakan layanan Telepon Pelayanan Sosial Anak (TePSA) guna menampung laporan berbagai kasus yang menimpa anak-anak Indonesia. Telepon yang bisa diakses di nomor 1500771 tersebut aktif selama 24 jam 7 hari.
Seperti diketahui, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil menangkap pelaku perdagangan dan eksploitasi seksual anak laki-laki berinisial AR. AR yang ditangkap di hotel kawasan Bogor baru-baru ini diketahui menjual anak- anak tersebut melalui dunia maya.
"Anak-anak laki-laki tersebut dijual kepada kaum gay. Transaksi awalnya melalui dunia maya, setelah ada kecocokan baru disepakati untuk bertemu di tempat yang telah ditentukan," ungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Irjen Ari Dono Sukamto.
Anak-anak korban eksploitasi seksual ini rata-rata berumur 14-15 tahun. Enam orang diantaranya masih berstatus pelajar sekolah. Oleh pelaku AR, mereka dijual Rp1,2 juta per anak.