Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ITF Dukung Diplomasi RI Terkait Pembebasan Sandera ABK

Federasi Pekerja Transportasi Internasional/International Transport Workers Federation (ITF) memberikan dukungan kepada pemerintah Indonesia agar mengoptimalkan saluran diplomasi dan menekan Pemerintah Filipina untuk membebaskan 11 WNI yang disandera kelompok teroris di Filipina Selatan secara tuntas.
Empat anak buah kapal korban penyanderaan kelompok Abu Sayyaf tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (13/5)./Antara-M Agung Rajasa
Empat anak buah kapal korban penyanderaan kelompok Abu Sayyaf tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (13/5)./Antara-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA - Federasi Pekerja Transportasi Internasional/International Transport Workers Federation (ITF) memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia agar mengoptimalkan saluran diplomasi dan menekan Pemerintah Filipina untuk membebaskan 11 WNI yang disandera kelompok teroris di Filipina Selatan secara tuntas.

Ketua ITF Asia Pasifik Hanafi Rustandi mengatakan penanganan dengan skema antarpemerintah ini harus dilakukan secara hati-hati sesuai kebijakan Presiden Duterte yang kini memimpin pemerintah Filipina.

“Namun jangan sampai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia berseberangan dengan kebijakan Pemerintah Filipina yang baru, sehingga kontra produktif terhadap upaya pembebasan sandera,” ujar Hanafi melalui siaran pers, Kamis (11/8/2016).

ITF, kata dia, perlu menyampaikan hal tersebut terkait belum dibebaskannya 10 ABK (Anak Buah Kapal) WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Flipina Selatan.

Adapun satu WNI lagi, nakhoda kapal ikan berbendera Malaysia, diculik kelompok bersenjata di perairan Sabah, Malaysia, hingga sekarang belum diketahui nasibnya.

Hanafi mengatakan ITF mengamati bahwa penculikan dan penyanderaan itu terjadi dalam tiga kasus secara terpisah.

Pertama, 7 WNI ABK Kapal Tunda Charles 001, milik PT Perusahaan Pelayaran Rusianto Bersaudara, diculik oleh kelompok bersenjata yang mengklaim sebagai faksi Abu Sayyaf Group (ASG) pada 21 Juni 2016 di perairan Sulu, seusai mengantarkan batubara ke Distrik Villanueva, Propinsi Misamis Oriental, Filipina.

Tiga ABK pertama yang diculik adalah Ferry Arifin (Nakhoda), Muh. Mahbrur Dahri (KKM) dan Edi Suryono (Masinis II). Tak lama kemudian, Ismail (Mualim I), Muhammad Nasir (Masinis III), Muhammad Sofyan (Oliman), dan Robin Piter (Juru Mudi), juga diculik.

Untuk tiga ABK pertama, penyandera menuntut tebusan sebesar 150 juta Peso Filipina. Sedangkan untuk empat sisanya penyandera menuntut tebusan 250 juta Peso.

Kedua, 3 WNI yang bekerja di kapal nelayan Malaysia, diculik di perairan Felda Sahabat, Malaysia, pada 9 Juli 2016. Penyandera yang juga kelompok Abu Sayyaf minta tebusan 200 juta Peso atau setara Rp 60 miliar.

Ketiga, ujar dia, terjadi pada 3 Agustus 2016 di perairan Sabah, Malaysia. Kelompok bersenjata menculik 3 ABK yang bekerja di kapal penangkap udang berbendera Malaysia. Yakni Herman Manggak (nakhoda/WNI), dan dua ABK lainnya (WNI dan WN Malaysia).

Hanafi mengapresiasi hadirnya negara untuk melindungi warganya melalui diplomasi. Namun, pemerintah tidak boleh terlibat dalam pembayaran uang tebusan. Pembayaran tebusan harus dilakukan oleh perusahaan. “Negara tidak boleh kalah dengan kelompok teroris, apalagi menggunakan anggaran APBN untuk membayar kelompok kriminal di negara lain,” tuturnya.

MAKAN WAKTU

Berdasarkan penelitian ITF sejak 2000, kata dia, penyelesaian kasus penyanderaan yang dilakukan Abu Sayyaf memakan waktu lama, bisa hingga tahunan, sebagaimana yang terjadi pada kasus penyanderaan WN Kanada, Norwegia, Italia dan Malaysia.

Meskipun ada beberapa sandera yang dieksekusi, mayoritas sandera dilepaskan setelah membayar sejumlah uang tebusan yang jumlahnya bervariasi.

Dia juga mengungkapkan terkait masih adanya 4 dari 5 ABK WNI (1 telah meninggal dunia) eks FV. NAHAM-3 yang disandera oleh perompak sejak 26 Maret 2012 di perairan Somalia, ITF mengapresiasi langkah-langkah yang telah ditempuh pemerintah Indonesia.

“Dalam konsultasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri, saya mendapat penjelasan bahwa saat ini telah melakukan kerjasama dengan pemerintah Taiwan dalam upaya pembebasan sandera WNI itu,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper