Kabar24.com, MEDAN--Sumatra Utara dinilai harus lebih memerhatikan dan mendorong kontribusi sektor industri pengolahan jika ingin tren pertumbuhan ekonomi membaik.
Pasalnya, selama ini, kendati menduduki urutan kedua dalam kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB), tapi pertumbuhannya cenderung melambat.
Kepala Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Ateng Hartono menyebutkan, pertumbuhan industri pengolahan tercatat berada di urutan kedua terbawah pada semester I/2016 yakni 4,31%.
"Saya pikir Sumut perlu mengembangkan industrinya. Kalau bisa berkembang pesat, industri pasti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Sumut ke depan. Tapi, pencapaian pertumbuhan industri pada semester I/2016 ini sudah lebih baik dari semester I/2015 1,72%," papar Ateng, Jumat (5/8).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, saat ini pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi kontributor terbesar PDRB Sumut. Adapun, kontribusi tersebut cenderung melambat. Salah satu yang paling memengaruhinya adalah fluktuasi harga beberapa komoditas.
Kendati demikian, untuk mendukung pertumbuhan industri, Pemprov Sumut perlu mendukung pertumbuhan sektor penopangnya seperti pengadaan listrik dan gas serta konstruksi.
"BBM [bahan bakar minyak] dan ketersediaan gas untuk industri perlu diperhatikan. Ini modal utama pertumbuhan industri. Selain itu, Sumut perlu menjaga pertumbuhan sektor-sektor yang tumbuh pesat dan kontribusi PDRB-nya besar. Untuk yang kecil-kecil, pertumbuhannya perlu ditingkatkan. Dengan cara itu, pertumbuhan ekonomi Sumut akan terjaga bahkan berkembang," tambah Ateng.
Sepanjang semester I/2016, pertumbuhan ekonomi Sumut year on year 5,34% atau meningkat menjadi Rp228,39 triliun dari 4,98% yakni Rp216,81 triliun pada semester I/2015 atas dasar harga konstan (ADHK). Pertumbuhan ini berada di atas nasional 5,08%.
Berdasarkan lapangan usaha, seluruhnya tumbuh. Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib tercatat tumbuh paling tinggi 8,81%, diikuti pengadaan listrik dan gas 8,04% serta jasa pendidikan 7,19%.
"Ini terutama karena ada gaji 13 dan 14. Pengadaan listrik dan gas, terutama karena gas. Pada semester I/2015, sektor ini negatif. Selain itu, tahun ajaran baru juga mendorong pertumbuhan. Inflasi juga cukup terjaga," ucap Ateng lagi.
Sementara itu, struktur perekonomian Sumut masih didominasi tiga sektor yakni pertanian, kehutanan dan perikanan 22,11%, industri pengolahan 19,59% serta perdagangan besar-eceran, reparasi mobil-sepeda motor 17,84%. Adapun, pada kuartal II/2016, pertumbuhan ekonomi Sumut y-o-y 5,67%.
Berdasarkan pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sumut pada 6 bulan pertama, masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga 53,16%, diikuti ekspor 38,04%. Konsumsi rumah tangga juga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi 2,53%, diikuti ekspor 2,14%, dan impor 1,5%. PMTB 1,46%, perubahan inventori 0,39%, pengeluaran pemerintah 0,28%.
Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia Sumut Difi A. Johansyah menuturkan, pertumbuhan ekonomi tersebut di atas perkiraan pihaknya yakni 5,21% q to q.
"Ini sejalan dengan perkiraan tapi lebih tinggi. Terutama karena didorong oleh realisasi APBD pemprov yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Ini trigger-nya. Kemudian, membaiknya harga beberapa komoditas seperti kelapa sawit juga ikut mendorong," pungkasnya.