Kabar24.com, JAKARTA -Tiga orang anak buah kapal (ABK) asal Indonesia kembali disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan, pembebasan sandera merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh oleh pemerintah.
Pemerintah bahkan mendesak otoritas Filipina mengizinkan TNI masuk ke wilayah mereka untuk menggelar operasi pembebasan sandera. Namun demikian, sebagian pihak melihat hal itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menganggap operasi militer tidak akan menyelesaikan masalah. Menurut dia, operasi militer justru bakal menyebabkan banyak korban WNI lagi. Operasi militer akan membuat pihak kelompok bersenjata menganggap Indonesia sebagai musuh.
‘Kalau posisinya seperti itu, bisa saja ketika ada WNI yang tersandera lagi tidak meminta tebusan, tetapi bisa langsung dibunuh,” ujar Hikmahanto dalam pesan singkatnya yang dikutip Bisnis, Selasa (12/7/2016).
Pemerintah, kata dia, tetap harus hadir tanpa operasi militer. Hanya saja, tak perlu melibatkan pejabat sekelas menteri bahkan presiden. Cukup unit-unit yang menangani masalah penyanderaan, ambil contoh Direktur Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri. Menurut dia, pelibatan menteri dan presiden justru semakin memperkuat posisi penyandera.
“Mereka senang, karena mendapat atensi nasional dan mudah meminta tebusannya,” imbuhnya.
Dia menyarankan, proses negoisasi harus terus dijalankan. Soal tebusan, hal itu tidak perlu dilakukan, karena bakal menimbulkan hubungan yang tidak baik dengan pemerintah Filipina. Menebus akan menambah logistik para pemberontak dan hal itu sangat tidak diinginkan oleh pemerintah negeri jiran tersebut.
Sebelumnya, tiga anak buah kapal (ABK) pukat pencari ikan berbendera Malaysia disandera di perairan Lahad Datu, negara bagian Sabah, Malaysia.
Informasi dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), kapal itu awalnya mengangkut tujuh orang. Saat itu, mereka sedang mencari ikan di kawasan perairan tersebut. Tiba-tiba sebuah speed boat menyambangi kapal mereka. Para penyergap menenteng senjata laras panjang dan pelontar mortir.
Setelah sempat melakukan penyergapan, kelompok milisi bersenjata yang diduga bagian dari militan Abu Sayyaf itu menyandera tiga orang yang keseluruhan merupakan WNI. Ketiga ABK asal Indonesia itu yaitu Emanuel, Lorence Koten, dan Teodorus Kopon.
Sedangkan empat ABK lainnya dibebaskan oleh penyandera. Setelah itu, mereka membawa ketiga WNI itu ke tempat persembunyiannya.