Kabar24.com, MANADO - Tim Pengendali Inflasi Daerah Manado mengklaim berhasil mengendalikan harga beberapa komoditas strategis, bahkan tercatat mengalami penurunan.
Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah Manado Haefrey Sendoh mengatakan hasil High Level Meeting (HLM) TPID Kota Manado pada 15 Juni 2016 lalu memberikan sinyal positif terhadap upaya pengendalian harga jelang hari raya Idulfitri 1437 H.
Menurutnya, komoditas rawan lonjakan seperti cabai rawit (rica) dan bawang merah tercatat masih stabil. Bahkan, secara rata-rata memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya seiring cukup melimpahnya pasokan sebagaimana dikonfirmasi oleh para pedagang.
“Komoditas tomat sayur yang sempat mengalami lonjakan harga di awal bulan tercatat berangsur mengalami penurunan harga,” tuturnya, Kamis (23/6).
Sementara itu, Pertamina diharapkan menjamin ketersediaan BBM dan LPG menjelang hari raya.
Atas pembahasan pada HLM TPID, optimisme terkendalinya harga jelang hari raya terus meningkat.
Sinergi terus ditingkatkan antarinstansi dalam rangka pengendalian harga khususnya pada pelaksanaan operasi pasar maupun pasar murah.
Haefrey menambahkan sinergi terus ditingkatkan antarinstansi dalam rangka pengendalian harga khususnya pada pelaksanaan operasi pasar maupun pasar murah.
“Bank Indonesia, Bulog, PPI, Pertamina dan beberapa instansi lainnya akan bersinergi agar pelaksanaan operasi pasar dan pasar murah lebih memiliki dampak yang besar dalam pengendalian harga,” ujarnya.
Dengan upaya pengendalian inflasi yang semakin meningkat serta ketersediaan stok yang memadai, TPID Kota Manado optimis bahwa inflasi Juni akan terkendali dan lebih rendah dari rata-rata inflasi periode lebaran selama beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, fnflasi Sulawesi Utara yang diwakili oleh kota Manado tercatat sebesar 0,14% month to month (mtm) pada Mei, atau secara tahunan sebesar 3,09% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Cabai rawit menjadi penyumbang terbesar inflasi Sulut dengan kontribusi 0,2541 di atas angkutan kota dan cakalang.
Untuk kali pertama sejak Oktober 2014, level inflasi tahunan Sulut kembali berada di bawah level nasional yang sebesar 3,33% (yoy).
Kondisi ini mendukung proyeksi inflasi Sulut 2016 sebesar 4,5±1%.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulut Peter Jacobs mengatakan minimnya produksi akibat kondisi cuaca menjadi salah satu penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan laporan.
"Namun, koreksi harga bawang merah pada saat yang sama membuat pengaruh peningkatan harga cabai rawit menjadi relatif terbatas," katanya.
Pada bulan mendatang, KPw BI Sulut memproyeksi risiko tekanan inflasi Sulut meningkat. Peter mengatakan masuknya Ramadan serta belum stabilnya pasokan beberapa komoditas strategis menjadi penyebab utama.
"Potensi kenaikan tarif listrik juga turut menambah risiko tekanan inflasi ke depan," katanya.