Bisnis.com, MEDAN - Persoalan lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II terus membebani biaya operasional perusahaan. Adapun, berdasarkan laporan keuangan (sebelum pajak) perusahaan pada tahun lalu, PTPN II merugi Rp549,4 miliar.
Direktur SDM dan Umum PTPN II Komarruzaman menyebutkan kerugian tersebut bukan kali pertama. PTPN II telah merugi sejak 2012 yakni Rp97,97 miliar, 2013 Ro96,92 miliar, dan pada 2014 rugi Rp401,5 miliar.
"Kami memang masih dalam kondisi kurang menggembirakan. Sejak 5 tahun lalu, selalu merugi. Permasalahan aset, khususnya yang berada di tengah kota sampai saat ini masih menyulitkan. Tapi untuk penyelesaian lahan ini harus oleh pemerintah pusat. Kami harus hati-hati. Kalau salah langkah bisa jadi merugikan negara," paparnya, Senin (20/6/2016).
Komaruzzaman menjelaskan areal perkebunan PTPN II yang semula berada di bawah NV. Van Deli Maatschappij luasnya mencapai 250.000 hektare.
Perkebunan ini terletak di antara Sei Wampu, Langkat hingga Sei Ular, Deli Serdang. Adapun, sejak 1951, berdasarkan keputusan Kemendagri dan Gubernur Sumut, lahan perkebunan perusahaan menjadi 125.000 hektare.
Pada 1999, areal perkebunan PTPN II yang berakhir HGU-nya 62.161,04 hektare. Komaruzzaman menjelaskan, proses perpanjangan HGU akhirnya terhambat reformasi. Hingga akhirnya, perpanjangan HGU hanya berlaku bagi areal seluas 56.341,85 hektare. Sisanya 5.873,06 hektare tidak diperpanjang.
"Areal yang tidak diperpanjang HGU-nya inilah yang bermasalah. Bahkan, saat ini berimbas ke areal kami. Seharusnya, berdasarkan SK BPN pada 2002 penggunaannya diserahkan kepada gubernur, setelah memperoleh izin pelepasan aset dari menteri yang berwenang," tambahnya.
Dia merinci, areal yang tidak diperpanjang tersebut akhirnya digunakan untuk masyarakat, lahan garapan rakyat, pensiunan PTPN II, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, masyarakat adat Melayu dan pengembangan kampus USU. Keseluruhan penggunaan tersebar di empat daerah yakni Binjai, Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Namun, sisa lahan perkebunan PTPN II juga masih mendapatkan masalah. Komaruzzaman menuturkan, masih ada masyarakat yang menguasai lahan HGU 13.081,51 hektare. Selain itu, ada pula lahan yang sudah terbit HGU tapi belum ada setifikat sejak 2002 yakni 2.915,23 hektare.
Sudah 14 tahun, ucapnya, persoalan ini tidak selesai. Padahal sudah sampai ke pemerintah pusat Kemenpolhukam tapi tidak ada solusi. Dia juga sudah diundang Komnas HAM. Lahan yang tidak diperpanjang HGU-nya menimbulkan konflik.
Menurutnya, banyak yang memperebutkan, padahal bukan hak mereka. "Kami juga kena. Banyak pohon kelapa sawit kami diracun. Masyarakat leluasa menanam jagung, singkong, hingga membuat bangunan," ucap Komaruzzaman.
Adapun, dia mengaku telah melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum, tapi belum mendapatkan tanggapan atau tindakan apapun hingga saat ini.
Ketua Komisi B DPRD Sumut Sopar Siburian mengatakan pihaknya juga telah mendatangi Kementerian BUMN untuk menyelesaikan konflik lahan ini. Namun, Kementerian BUMN menyerahkannya ke Kemenpolhukam.
"Mereka minta pemprov menyelesaikan daftar normatif lahan, tapi ini sulit direalisasikan, karena bersinggungan dengan banyak pihak. Sementara itu, pemprov saat ini ingin fokus membangun Sumut. Kami mendorong supaya aset PTPN II ini jelas, agar bisa segera dimanfaatkan seperti untuk KSO [kerja sama operasional]," ucapnya.
Adapun, kontribusi PTPN II kepada pemerintah dari PBB dan BPHTB pun terus merosot. Paling rendah yakni pada tahun lalu yakni hanya Rp15,14 miliar dibandingkan dengan 2014 Rp27,93 miliar. Kontribusi terbesar tercatat pada 2012 yakni Rp45,3 miliar.
Selain persoalan lahan, PTPN II mencatat kendala-kendala lain yang mereka hadapi pada tahun lalu yakni penuruan harga jual kelapa sawit, karet, dan tembakau, serta tertundanya proyek kota Deli Metropolitan sebagai transformasi bisnis perusahaan.