Kabar24.com, DENPASAR- Bali mengusulkan perubahan status menjadi otonomi asimetris agar memiliki kewenangan terhadap pemeliharan adat, budaya, dan tradisi.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan otonomi asimetris dibutuhkan, karena sistem pemerintahan di Bali beda dan unik sekali dan menjaga Bali beda dengan daerah lain.
"Memang di beberapa ada masalah, tetapi di sini tidak semudah itu mengaturnya persoalan, karena masalah wilayah saja repot," tutur Pastika, Selasa (24/5/2016).
Dia mencontohkan hubungan antara desa dinas dan desa pakraman atau desa adat, di mana sejumlah desa dinas berada dalam satu desa adat dan begitu pula sebaliknya. Adapun jumlah desa pakraman mencapai 1.488 yang semuanya memiliki peraturan adat atau awig-awig.
Seluruh desa adat tersebut otonom sehingga gubernur tidak dapat memerintah. Gubernur hanya mengurusi administrasi pemerintahan, sedangkan desa pakraman mengurusi adat dan budaya. Karena sifatnya otonom tersebut, pemda Bali tidak dapat memberikan bantuan hibah, lantaran syarat dari pusat tidak terpenuhi.
"Selama ini masih baik-baik saja tetapi itu potensial untuk jadi masalah di masa yang akan datang kalau tidak secara khusus diatur," jelasnya.
Menurutnya, otonomi asimetris berbeda dengan otonomi khusus seperti di Nangro Aceh Darusalam, dan Papua. Otonomi asimetris memungkinkan pemda Bali dapat memelihara budaya, adat dan tradisi yang menjadi roh daerah ini memikat wisatawan.
Dengan otonomi asimetris, Pemprov Bali juga akan memiliki kewenangan menentukan besaran dana desa ditentukan beban desa. Tidak seperti sekarang, dana desa diberikan berdasarkan perhitungan tertentu tanpa memperhatikan beban desa.
Selain masalah dana desa, perubahan status akan memberikan kewenangan dalam hal lain seperti masalah tata ruang.