Kabar24.com, KEDIRI - Pengadilan Negeri Kota Kediri memvonis Soni Sandra pelaku persetubuhan anak di bawah umur selama 9 tahun penjara. Hakim juga menyimpulkan terdakwa mengalami kelainan seksual jenis pedofilia yang membutuhkan penyembuhan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin Purnomo Amin menyatakan, tindakan persetubuhan disertai bujuk rayu kepada tiga anak yang dilakukan Soni Sandra telah terbukti. Meski terdakwa terus membantah perbuatannya baik di depan penyidik kepolisian, jaksa, dan majelis hakim, namun saksi dan alat bukti yang diajukan di persidangan menguatkan tindak persetubuhan yang terjadi.
“Majelis hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta kepada terdakwa,” kata Purnomo dalam putusannya, Kamis (19/5/2016).
Pada Selasa (24/5/2016), Soni akan menghadapi sidang vonis di Pengadilan Kabupaten Kediri dengan dakwaan melakukan kejahatan seksual terhadap empat anak di bawah umur. Ia dituntut 14 tahun penjara.
Fakta di persidangan, menurut hakim Purnomo telah memenuhi unsur yang didakwakan dalam pasal 81 ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, juncto pasal 65 KUHP tentang penggabungan beberapa tindak pidana dalam waktu yang berbeda oleh satu orang. Hakim juga berpendapat terdakwa memiliki perilaku seksual menyimpang dengan kategori pedofilia atau penyuka anak-anak. Penjatuhan hukuman berat dianggap tidak menyelesaikan masalah pedofilia terdakwa.
Hal lain yang memberatkan dalam putusan itu adalah sikap Soni yang terus menyangkal perbuatan yang didakwakan. Majelis menganggap perbuatan itu sebagai berdusta di bawah sumpah dan tidak menghormati pengadilan. Satu-satunya faktor yang meringankan adalah Soni merupakan tulang punggung bagi istri, empat anak, satu cucu, dan ratusan karyawan yang bekerja di perusahaan PT Triple S yang terancam nafkah mereka atas pemidanaan tersebut. Karena itu majelis memutus empat tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa sebesar 13 tahun penjara.
Kecewa
Jaksa penuntut umum Teguh Warjianto menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak. Namun sebelum sidang berlangsung, Teguh mengatakan tak akan mengajukan banding jika putusan yang diambil majelis hakim telah mencapai 2/3 dari tuntutan.
“Kita akan pertimbangkan juga rasa keadilan korban dan terdakwa,” katanya.
Kuasa hukum terdakwa Sudirman Sidabuke, mengaku kecewa atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim. Menurut dia fakta di persidangan telah terkontaminasi dengan ekspose yang muncul di masyarakat hingga menyudutkan terdakwa sebagai pelaku kejahatan seksual. Padahal dalam faktanya, tidak ditemukan adanya upaya pemaksaan, perkosaan, maupun pengaruh macam-macam yang dilakukan terdakwa terhadap korban.
Demikian pula perihal gaya hidup korban yang menuntut pemenuhan keuangan dari terdakwa sebagai motif persetubuhan dinilai tak masuk akal terjadi di Kediri yang notabene kota kecil.
“Banyak unsur yang tak dipenuhi,” katanya.
Sudirman juga mempertanyakan penerapan pasal 65 KUHP soal penggabungan tindak pidana oleh terdakwa yang tak konsisten. Sebab seharusnya perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri dan Kota Kediri dijadikan satu. Pengadilan kota menyidangkan tiga korban dan pengadilan kabupaten menyidangkan empat korban. Belakangan dua dari empat korban menarik laporan.
Akibat pemisahan berkas perkara ini, ancaman hukuman yang diterima terdakwa menjadi sangat tinggi. Di Pengadilan Negeri Kabupaten Ngawi, ia dituntut 14 tahun penjara. Demikian pula denda yang diminta jaksa kota sebesar Rp 250 juta masih ditambah denda oleh kejaksaan kabupaten sebesar Rp 300 juta.
“Padahal maksimal hukuman dalam KUHP adalah 20 tahun, maksimal hukuman UU Perlindungan anak hanya 15 tahun,” kata Sudirman. Meski keberatan, belum diputuskan apakah tim kuasa Soni Sandra akan mengajukan banding atau tidak.