Kabar24.com, JAKARTA - Analogi petinju yang gontai usai menerima dua pukulan telak tak terduga dari musuhnya, tampaknya cocok disematkan kepada kondisi Jepang saat ini.
Ketika Negeri Sakura itu belum juga menuntaskan masalah ekonominya terpukul pelemahan kondisi global, hantaman keras kembali datang langsung tertuju ke jantung ekonomi negara itu, setelah gempa dahsyat dua kali mengguncang Perfektur Kumamoto di Pulau Kyushu dalam dua hari berturut-turut.
Otoritas Meteorologi dan Geofisika Jepang melaporkan, kawasan tersebut telah diguncang gempa dengan kekuatan 6,5 skala Richter pada Jumat (15/4) dan 7,3 skala Richter pada Sabtu (16/4). Total setidaknya 42 orang dilaporkan meninggal hingga berita ini diturunkan.
Pulau Kyushu merupakan salah satu sentra manufaktur terbesar di Jepang. Sementara itu, Perfektur Kumamoto adalah tempat bagi sejumlah perusahaan raksasa domestik dan asing mendirikan pabriknya.
Sejumlah perusahaan domestik yang memiliki pabrik di Kumamoto a.l. Mitsubishi Electric, Renesas Semiconductor Manufacturing Co. Ltd., Sony Semiconductor Kyushu, Tokyo Electron Kyushu dan Ebara Kyushu. Sedangkan perusahaan asing yang berada di kawasan ini adalah Teradyne, WaferMasters, Nippon Air Liquide, Greene Tweed & Co.
Bencana alam ini otomatis membuat perekonomian Jepang kembali bergejolak. Pasar saham Jepang dilaporkan terkoreksi 3% pada Senin (18/4), serta memaksa perusahaan-perusahaan besar yang terdampak menutup pabriknya dan menghentikan produksinya.
Toyota, dan Sony mengumumkan kebijakan penutupan pabrik dan produksinya, sedangkan Honda memutuskan untuk menghentikan sementara pengiriman produknya ke Kumamoto dan produksi di salah satu pabrik yang ada di Pulau Kyushu.
Otoritas Transportasi Jepang pun melaporkan, seluruh penerbangan dan perjalanan kereta cepat yang menuju maupun melintasi Kumamoto dihentikan sementara. Kondisi ini membuat para investor kompak menunjukkan ketakutan akan terpengaruhnya yen akibat berhentinya rantai produksi dan pasokan produk-produk utama Jepang.
Sony dan Toyota memimpin penurunan tajam di nilai sahamnya di pasar perdagangan pada Senin pagi (18/4). Nilai saham Sony anjlok 7,8% dan Toyota tergerus hinga 6,8%. Sementara itu, Nissan dan Honda tercatat mengalami penurunan nilai saham hingga 5% sebelum akhirnya mengalami rebound tipis.
Dampak penurunan nilai saham pun merembet ke sejumlah perusahaan yang tidak memiliki pabrik di Kumamoto. Saham Bridgestone Corp. tercatat turun 2,6% selama pagi hari, Panasonic Corp. turun 4%.
Saham Kyushu Electric Power Co. ikut jatuh hingga 7,3% karena 38.000 rumah di kawasan Kumamoto dan sekitarnya terputus aliran listriknya. Saham Saibu Gas Co Ltd turun 3,5% setelah pasokan untuk 105.000 pelanggan di daerah selatan Jepang turut terhenti.
Nilai saham gabungan sektor perbankan Fukuoka, yang menjadi wilayah terdekat dari Kumamoto pun terseret turun hingga 5,7%. Para ekonom memperkirakan, dampak dari gempa ini akan menyeret hampir seluruh industri dan bank-bank regional yang ada di Pulau Kyushu.
“Dampak negatif berpeluang merembet ke kawasan lain jika rantai pasokan dan produksi terhambat oleh rusaknya infrastruktur jalan dan kereta api,” kata Harumi Taguchi, ekonom IHS Economics, Senin (18/4)
Direktur Ekuitas Jepang Credit Suisse Stefan Worrall melihat terdapat bahaya yang mengintai di pasar, di mana sentimen tak terduga seperti bencana alam ini, akan sangat melukai proses pemulihan ekonomi Jepang.
“Sentimen terhadap makroekonomi Jepang akan sangat menyakitkan. Terutama di tengah yen yang sulit dikendalikan dan kebijakan ekstrim dari pemerintah dan bank sentral,” katanya.
Analis dari Mizuho Securities Yasunari Ueno mengatakan, gempa kali ini sebenarnya memiliki dampak yang terbatas. Akan tetapi, kondisi pasar yang saat ini sangat peka terhadap sentimen kecil, berpotensi membuat Jepang terjerembab dalam kondisi resesi kembali.
Toyota telah mengumumkan rencananya untuk menangguhkan produksinya selama seminggu ke depan mulai pada Senin (18/4). Senada, Honda juga akan menghentikan produksi pabrik kendaraan roda dua yang berada di utara Kumamoto hingga Jumat (22/4).
Renasas Electronic juga masih belum mengetahui kapan akan melanjutkan proses produksinya setelah sejumlah alat pembuat chip di pabriknya mengalami kerusakan parah.
Sementara itu, Sony memutuskan untuk meliburkan pabrik pembuatan sensor gambarnya hingga waktu yang belum ditentukan di Kumamoto, akibat rusaknya sejumlah peralatan dan beberapa bagian gedung pabrik.
Namun, Sony tetap melanjutkan operasi pabrik yang berada di sekitar Kumamoto, seperti di Nagasaki dan Oita agar kerugian perusahaan tidak terlalu besar. Langkah serupa juga diambil oleh Nissan Motor Co. demi menghindari kerugian lanjutan. NIssan memutuskan untuk melanjutkan operasi di pabrik yang berada di utara dari pusat gempa.
Tenangkan Pasar
Menteri Perekonomian, Perindustrian dan Perdagangan Jepang Motoo Hayashi bergerak cepat. Dia berupaya menenangkan pasar setelah bencana datang. Dia mengatakan, hingga saat ini dia belum mendapatkan laporan terkait dengan kerusakan parah yang terjadi di pabrik-pabrik perusahaan besar di Kumamoto.
Dia memperkirakan dampak gempa kali ini tidak akan separah gempa yang terjadi pada 2011, yang membuat terhentinya produksi nasional hingga berbulan-bulan. “Kami menghimbau agar perusahaan besar mengalihkan operasinya ke wilayah lain untuk mengindari kondisi serupa pada 2011” katanya.
Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga juga mengatakan, pemerintah akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mendukung perusahaan yang terkena dampak bencana. Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk menghindari dampak negatif kepada sektor ekonomi secara lebih luas.
Suga mengatakan pemerintah akan memanfaatkan dana cadangan sebesar 350 miliar yen untuk membantu pemulihan di Kumamoto dan sekitarnya. Kebijakan ini telah disetujui oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Namun, Abe memastikan tidak akan ada perubahan terkait rencana penaikan pajak penjualan pada tahun depan akibat pukulan dari bencana alam ini. Dia menilai risiko dari ditundanya pelaksanaan pajak penjualan akan lebih besar bagi perekonomian nasional pada masa depan. (Reuters)