Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembangunan PLTSa: Pemkot Bandung Didesak Jelaskan Teknologi Biodigester

Penjelasan teknologi perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa dibohongi seperti ketika PLTSa dulu akan dibangun dengan insenerator.
Ilustrasi: Pemulung mengangkat sampah yang bisa didaur ulang di TPA Antang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5/1/2016)./Antara-Yusran Uccang
Ilustrasi: Pemulung mengangkat sampah yang bisa didaur ulang di TPA Antang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5/1/2016)./Antara-Yusran Uccang

Bisnis.com, BANDUNG - Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) mendesak Pemerintah Kota Bandung untuk menjelaskan teknologi biodigester menyusul rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) terus bergulir.

Ketua FK3I Dedi Kurniawan mengatakan penjelasan teknologi perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa dibohongi seperti ketika PLTSa dulu akan dibangun dengan insenerator.

"Masyarakat pasti menolak karena dianggap berbahaya bagi lingkungan, jadi perlu sosialisasi lebih menyeluruh," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (7/4/2016).

Dia mengakui, telah mendapatkan informasi apabila teknologi biodigester lebih ramah lingkungan dibandingkan insenerator.

Akan tetapi, hal tersebut belum menjamin proyek tersebut bisa lancar dilakukan mengingat masyarakat bisa kembali menolak seperti beberapa tahun lalu.

"Biodigester lebih ramah lingkungan dibandingkan insenerator, tapi maksud dari ramahnya ini seperti apa? Sebaiknya pemerintah menjelaskan lebih detail," katanya.

Tak hanya itu, PLTSa dengan menggunakan teknologi biodigester memerlukan lahan dua kali lipat dibandingkan teknologi insenerator.

Hal ini tentunya akan kembali membebaskan lahan masyarakat di sekitar Gedebage.

Seperti diketahui, Wali Kota Ridwan Kamil mengatakan dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan Kota Bandung berencana memilih biodigester sebagai teknologi di PLTSa.

Kendati Pemkot Bandung akan membangun PLTSa, ujarnya, tidak akan menyelesaikan sampah di kota tersebut.

Sebab, persoalan sampah harus melibatkan berbagai pihak di dalamnya terkait produksi plastik yang terus dilakukan.

"Pemerintah sekarang mengeluarkan aturan kresek berbayar dan akhirnya sebagian kecil yang tidak membeli," ujarnya.

Dia menjelaskan, persoalan plastik berbayar tersebut tidak akan menyelesaikan masalah apabila pemerintah tidak mencari solusi agar perusahaan menggunakan bahan baku ramah lingkungan untuk setiap produknya.

"Beli sabun colek, tapi plastiknya kan menjadi sampah. Solusi untuk bahan kemasan harus dipikirkan," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mendesak pengusaha penghasil sampah terkait pendidikan soal pengelolaan dengan membuat kemasan yang ramah lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper