Bisnis.com, JAKARTA - PT Meranti Maritime menawarkan penyelesaian pembayaran tagihan menggunakan rencana pembangunan sejumlah properti di Jakarta.
Kuasa hukum PT Meranti Maritime John Herman mengatakan debitur bersama dengan penjamin pribadi Henry Djuhari mengajukan rencana tersebut dalam satu proposal perdamaian. Properti yang dimaksud yakni pembangunan gedung perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta.
"Hasil dari penyewaan gedung itu nantinya akan digunakan untuk melunasi utang-utang kepada kreditur separatis," kata John dalam rapat kreditur, Kamis (17/3/2016).
Dia beralasan iklim bisnis yang sedang lesu menjadikan debitur mengalihkan usahanya ke bidang properti untuk menjamin kelangsungan pembayaran sesuai proposal perdamaian. Pembangunan gedung tersebut rencananya berasal dari investor.
Adapun lokasi tanah milik Meranti Maritime yang akan dibangun gedung tersebut tidak jauh dari kawasan Dukuh Atas dan diklaim sebagai lokasi strategis karena dilewati berbagai moda transportasi. Saat ini, tanah di lokasi tersebut tersebut masih menjadi jaminan PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
Kendati proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tersebut melibatkan dua debitur, pihaknya mengusulkan pemungutan suara agar dilakukan sebanyak satu kali. Selain efektif, voting tersebut akan memudahkan kreditur dalam memahami isi proposal.
Dalam rapat kreditur, Henry Djuhari selaku penjamin pribadi Meranti Maritime meminta pengurus menyetujui tagihan dan hak suara dari Grow High Investment Ltd (GHI). Kreditur asal British Virgin Islands tersebut memiliki tagihan sebesar Rp900 miliar kepada debitur.
"Saya mohon agar hakim pengawas memberikan hak suara kepada GHI, karena mereka sudah komitmen akan mendukung proposal debitur," kata Henry dalam rapat.
Dia menambahkan GHI memiliki jaminan berupa harta pribadinya. Jika proposal perdamaian tidak disetujui, seluruh harta kepemilikannya akan dieksekusi oleh GHI.
Menurutnya, tim pengurus telah bertindak sewenang-wenang dengan menolak pendaftaran tagihan GHI atas alasan surat kuasa. Pengurus dinilai tidak pernah memberitahukan kepada kreditur mengenai syarat legal standing yang dimaksud.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu pengurus PT Meranti Maritime Allova H. Mengko mengatakan GHI tidak memiliki surat kuasa yang sudah diotorisasi oleh lembaga yang berwenang. Alasan tersebut menyebabkan pengurus menolak tagihan yang diajukan oleh GHI.
"Domisili GHI ada di British Virgin Islands, tetapi surat kuasanya dari kedutaan Singapura," kata Allova.
Pihaknya tetap akan mengadakan pemungutan suara proposal perdamaian sebanyak dua kali karena terdapat dua debitur yang berbeda. Proposal diperbolehkan untuk dijadikan satu karena hanya merupakan sarana untuk meyakinkan kreditur.
Hakim pengawas Djamaluddin Samosir meminta GHI segera menunjukkan anggaran dasar perusahaan serta surat kuasa yang sudah diotorisasi di kedutaan Indonesia terdekat dari British Virgin Island, yakni London.
"Persyaratan legal standing seperti itu sudah standarnya, kalau tidak ya silakan hadirkan direkturnya dalam rapat kreditur," ujarnya.
Kuasa hukum PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Duma Hutapea mempertanyakan asal dana yang digunakan oleh debitur guna menjalankan bisnis properti. Padahal, debitur sudah lama menjalankan bisnis perkapalan.
"Kami menghargai proposal yang ditawarkan, tetapi bagaimana dengan kelanjutan bisnis properti, apa bisa berjalan lancar," tutur Duma.
Pihaknya belum bisa memberikan tanggapan terkait penawaran proposal perdamaian tersebut karena ada sejumlah revisi. Duma meminta waktu guna membahas isi proposal dengan prinsipalnya.