Kabar24.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Rahmat Hamka menuturkan calon perseorangan atau nonpartai merupakan bagian dari demokrasi di Indonesia. Namun, perlu adanya pengetatan syarat demi adanya rasa keadilan.
"Maju sebagai calon Kepala Daerah melalui jalur perseorangan hakikatnya harus kita hargai karena ini cerminan dari demokrasi," ujar Hamka saat ditemui di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Hamka memandang dalam sistem demokrasi yang didalamnya memiliki sejumlah elemen yakni seperti adanya parpol dan DPR sebagai lembaga pengawasan juga perlu dihormati, agar terjadi keseimbangam dalam roda pemerintahan di daerah.
"Maju sebagai kandidat perseorangan tidak ada yang melarang atau menghambatnya, namun sekiranya kandidat yang ada juga harus menghormati partai politik dan lembaga negara yang juga memiliki fungsi di dalam undang-undang," tandasnya.
Sehubungan dengan adanya revisi UU Pilkada pada persyaratan calon perseorangan, Hamka menjelaskan hal itu terjadi karena ada beberapa fraksi di DPR menganggap persyaratan calon independen relatif lebih rendah dan dipandang nantinya dapat mengusik rasa keadilan dari calon yang diusung oleh partai politik.
"Sebagai ilustrasi saja, dengan syarat dukungan parpol seperti sekarang (20 % suara / 25 % kursi DPRD), Maka calon dari parpol maksimal hanya ada 3-4 pasang. Sedangkan calon perseorangan dengan syarat seperti sekarang di kisaran (6,5-10%) itu dapat memunculkan hingga 10 calon, bagaimana adil kah?" ujarnya.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, calon perseorangan adalah suara masyarakat yang tidak tersalurkan lewat calon parpol, sehingga sudah selayaknya aspirasi masyarakat dapat disalurkan.
"Kandidat perseorangan bagaimana pun suara rakyat dan harus dapat disalurkan apalagi kader tersebut memiliki kapabilitas dan kompetensi yang baik, namun ada baiknya jika jumlah calon dari perseorangan itu pesertanya tidak melebihi jumlah dari calon parpol atau disamakan, sehingga Pilkada dapat berlangsung bukan hanya adil namun juga tertib," tandasnya.
Dia menambahkan selain melakukan evaluasi terhadap persyaratan kandidat perseorangan, Komisi II juga akan melakukan pengetatan terhadap standarisasi seorang kepala daerah yang harus bebas dari narkoba.
"Sebenarnya undang-undang telah mengatur akan hal tersebut, namun komisi II ingin melakukan penataan kembali baik dari syarat maupun ketika melakukan uji medis. Bahkan, kemungkinan dalam pengujian medis kami akan melakukan kerjasama dengan BNN supaya lebih dapat dipertanggung jawabkan," tuturnya.