Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DUGAAN MONOPSONI: PT ATSIL Tantang KPPU Buktikan Kerugian Petani Rumput Laut

PT Algae Sumba Timur Lestari menolak mentah-mentah tuduhan monopsoni rumput laut yang dialamatkan ke perusahaan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.
Nelayan rumput laut/Antara
Nelayan rumput laut/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - PT Algae Sumba Timur Lestari menolak mentah-mentah tuduhan monopsoni rumput laut yang dialamatkan ke perusahaan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Perusahaan milik Pemerintah Daerah Sumba Timur itu menantang KPPU untuk membuktikan kerugian yang didera oleh petani rumput laut.

Perusahaan pelat merah itu tidak terima disebut sebagai penguasa pasokan atau pembeli tunggal komoditas rumput laut. Selama ini perusahaan di bawah penguasaan Bupati ini melakukan jual beli bisnis dengan sistem dan harga yang disetujui oleh pemimpin setempat.

Direktur Algae Sumba Timur Lestar (PT ATSIL) Gusti Ayu Sitawati mengatakan KPPU belum berhasil menakar kerugian yang para petani rumput laut akibat kehadiran pabrikan milik PT ATSIL. Menurutnya, komplen kerugian hanya berasal dari satu hingga dua pihak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sementara sisanya tidak mengalami kerugian yang dituduhkan oleh investigator KPPU.

“Kalau satu orang saja ngadu ke KPPU kemudian kami dipanggil kan gak lucu. Ini Cuma buang-waktu kami saja untuk bolak-balik ke Jakarta,” katanya kepada Bisnis usai sidang di KPPU Jakarta, Jumat (11/3/2016).

Sitawati menjelaskan pelapor praktik monopsoni yang dilakukan oleh PT ATSIL hanya terdiri dari satu oknum saja, bukan dari asosiasi petani rumput laut. Pasalnya, kartel jenis rumput laut hingga saat ini diklaim belum pernah terjadi di Indonesia.

Selain itu, pihaknya mengaku tidak asal-asalan menentukan harga beli dan harga jual rumput laut petani. Skema pembelian dan penjualan harus melawati laporan ke Bupati setempat untuk mendapatkan persetujuan. Biasanya, harga disesuaikan dengan kondisi pasar rumput laut di Surabaya, Jawa Timur.

Data terakhir dari PT ATSIL menunjukkan harga beli rumput laut ke petani per Februari 2016 yaitu Rp7.500. Dia mengklaim harga beli tersebut merupakan yang harga tertinggi yang yang dapat diperoleh oleh petani di Sumba Timur. Sementara itu, harga jual antarpulau dibanderol Rp9.500, tidak jauh dari harga jual beras di pasaran.

Selain itu, pihaknya juga mengelak disebut bersekongkol dengan terlapor II yaitu Maxon selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumba Timur. Maxon diduga sebagai dalang dari praktik monopsoni karena dia memiliki peran ganda sebagai salah satu pemegang saham PT ATSIL.

Berdasarkan data yang diterima Bisnis, PT ATSIL merupakan BUMD yang mana 98,4% saham dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan sisanya dimiliki oleh empat orang dari pihak swasta, salah satunya adalah Makson, kepala Dinas KKP. Adapun Makson memiliki saham sebesar 0,4%.

Sitawati menambahkan pembagian saham pada PT ATSIL dinilai fiktif, hanya untuk persyaratan mendirikan suatu perusahaan. Sehingga ditunjuklah dua kepala dinas dan satu anggotan DPRD sebagai pemegang saham fiktif. “Toh mereka [pemegang saham selain pemda] juga tidak diberi dividen,” ungkapnya.

Sidang monopsoni rumput laut ini digelar pertama kali di KPPU pada Jumat (11/3). Sebelumnya agenda sidang yang dijadwalkan pada Rabu (2/3) sempat ditunda lantaran ketidakhadiran para terlapor.

Investigator KPPU Helmi Nurjamil mengatakan sidang dugaan kartel rumput laut ini akan terus digelar dengan mendatangkan saksi dari petani. Dia menyebutkan praktek monopsoni ini berjalan sejak 2014. Pasalnya. PT ATSIL merupakan pabrik baru di Sumba Timur yang berdiri pada 2012.

“Ini perusahaan baru tapi sudah bisa melakukan monopsoni. Ini aneh. Setelah ditelisik ada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumba Timur di belakang layar,” ujarnya.

Bukti kuat yang dipegang oleh KPPU, lanjut dia, yaitu Kepala Dinas KKP berperan membuat kebijakan. Isi dari beleidnya yaitu bagi setiap pelaku usaha rumput laut di Sumba Timur yang melakukan transaksi jual beli ke luar daerah harus lewat satu pintu, yaitu PT ATSIL.

Hal ini dinilai mengahambat akses penjual petani rumput laut. Padahal sebelumnya, petani dapat memasarkan rumput laut ke beberapa daerah di Indonesia khususnya ke Semarang. Bahkan, petani juga mengekspor produknya hingga ke China.

Produk rumput laut Sumba Timur terkenal memiliki kualitas bagus untuk bahan baku industri makanan dan miinuman (mamin) dan industri kosmetik.

Sayangnya, setelah kebijakan dari Kepala Dinas tercetus, petani bahkan tidak mendapatkan informasi terkini perihal harga rumput laut dipasaran. Lantaran, harga ditentukan sepenuhnya oleh PT ATSIL.

Helmi menyebutkan terlapor diduga melanggar pasal 18 (monopsoni) dan Pasal 24 (persenkongkolan) UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Apabila pihak terlapor terbukti melakukan tindak penyelewengan, mereka terancam diberi sanksi administratif minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp25 miliar. “Jika sifatnya sangat merugikan masyarakat maka yang paling buruk adalah pencabutan izin usaha,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper